17

371 35 9
                                    

Suasana pagi ini jauh lebih canggung dari biasanya, setelah kejadian tadi malam membuat Antonio kebingungan.

"Kamu marah?" tegur Antonio melihat Alano tetap diam sejak tadi malam, setelah permintaannya ditolak.

"Kenapa Papa nolak permintaan aku?"

Antonio menghela napas. "Beri tau dulu, apa yang terjadi?"

"Nggak perlu. Lakuin aja, Pa. Lagian itu juga nggak berat'kan," jelas Alano mengunyah sandwich sebagai menu sarapan pagi ini.

"Nggak, Papa nggak mau. Darimana kamu dapat ide semacam itu? Papa nggak pernah ajarin kamu buang-buang waktu untuk hal tidak berguna," ketus Antonio tidak suka dengan ide gila yang Alano lontarkan tadi malam.

"Bentar." Alano mengetuk meja beberapa kali seolah-olah berpikir.

"Emang Papa pernah ajarin aku sesuatu? Oke, aku pikir-pikir dulu."

Sontak Antonio langsung mendorong alat makannya menjauh.

"Alano, darimana kamu belajar semua ini? Jangan keterlaluan," ketus Antonio kehilangan selera makan.

Alano mendorong kursinya kebelakang lalu tersenyum manis ke arah Antonio. "Kayaknya, kalau yang ini, aku belajar dari Papa."

"Dengar...."

Belum sempat Antonio berbicara, Laras datang sambil menaruh alat makan diatas meja dengan keras. Wanita itu dibuat naik pitam mendengar perdebatan antara kakak dan keponakannya. "Kalian ini kenapa? Ini masih pagi!"

Laras melirik ke arah Antonio yang kini masih menatap Alano intens. "Mas, akur sama anak sendiri apa susahnya? Kalian punya masalah apa lagi? Baru ketemu tadi malam sekarang malah berantem lagi."

"Papa yang mulai," celetuk Alano meninggalkan meja makan.

Antonio menatap Alano sekilas lalu menoleh ke arah Laras. "Didikan siapa itu?"

"Didikan Papa!" pekik Alano meninggalkan pintu utama.

Kini giliran Laras memberi tatapan sinis ke arah kakaknya. Pria itu tampak menghela napas panjang karena perlakuan tidak terduga dari Alano.

"Anaknya udah ngomong sendiri'kan?" sindir Laras.

Helaan napas kembali terdengar. Antonio berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin, ia masih terkejut dengan sikap Alano. "Alano kenapa, La?" tanya Antonio menoleh ke arah Laras.

"Mungkin dia pusing mikir ujian sebentar lagi," tebak Laras mengolesi roti tawar dengan selai kacang lalu duduk menikmati sarapan.

"Ujian?" Antonio tampak berpikir. "Kayaknya bukan, Sebenarnya ada apa?" tanya Antonio mencari informasi dari Laras yang tampak jauh lebih santai.

"Kalau gitu kamu tanya sendiri ke Alano."

Tidak mendapat jawaban yang memuaskan, Antonio justru memundurkan tubuhnya sambil memikirkan perkataan Alano tadi malam.

Aku capek

Beberapa hal membuatku muak

"Seharusnya Alano tidak perlu memikirkan orang lain, karena setelah itu dia pasti merasakan sakitnya penghianatan," ujar Antonio masih bisa didengar oleh Laras.

Dahi Laras berkerut, ia memang sempat mendengar awal mula perdebatan Antonio dan Alano dari Dapur. "Dia tadi malam minta apa?" tanya Laras penasaran.

Antonio maju agar sedikit condong ke arah Laras.

"Kamu nggak perlu tau. Cukup buat Alano mengerti bahwa tidak ada yang bisa ia percaya selain aku dan kamu."

Laras tersenyum miring ke Antonio mendengar ucapan itu keluar begitu saja dari mulutnya. "Egois banget," desis Laras lalu minum beberapa deguk air.

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang