Suara ketukan terdengar samar, Alano menatap wajahnya di cermin sambil mengetuk-ngetuk wastafel.
"Pilihannya hanya dua Alano, dapatkan peringkat 1 paralel tahun ini dengan seluruh aturan yang sama atau kamu sekolah diluar negeri."
"Dia penyebab Disa jatuh dari tangga!
"Pembunuh nggak layak ada disini."
"Mama kamu pergi karena pria ini juga selingkuh!"
"Kamu harus bisa lebih dari anak itu."
"Cara lo kotor, Alano."
"Semuanya belum selesai Alano!"
"Kenapa bukan kamu saja yang mati!"
Semua kalimat buruk itu seolah berputar di otaknya. Alano menghidupkan wastafel lalu membasuh wajahnya untuk meredam rasa sakit yang sekarang mulai menyiksa.
"Cukup," tutur Alano berjalan meninggalkan toilet.
Nara mendekati dua orang yang kini tengah berdiri tak jauh dari ruangan Disa.
"Disa gimana?" tanya Nara, bagaimanapun juga Disa adalah temannya sejak SMP, tentu saja ia akan khawatir jika sesuatu terjadi pada gadis itu.
"Kata Dokter dia nggakpapa, cuman pingsan doang," jelas Tio berdiri di samping Bunga.
Bunga menghembuskan napas panjang lalu tersenyum ke arah Nara. "Lo tenang aja, Na," ujar Bunga menepuk pundak Nara.
"Lo mau pulang nggak? Kebetulan gue bawa mobil, lo bisa pulang bareng gue," ajak Bunga, Nara menggeleng sembari tersenyum hangat.
"Gue bawa motor, lagian gue lagi ada perlu."
Bunga hanya mengganguk. Nara melirik sekitarnya sedikit keheranan. "Deni kemana?"
Tio dan Bunga ikut meneliti sekitarnya tapi Deni memang tidak ada disana. "Kayaknya udah pergi duluan, dia juga nggak pamit tadi," jelas Tio.
Suara langkah kaki terdengar mendekat, Tio menyipitkan matanya agar bisa melihat dengan jelas pemuda yang berada di belakang Nara.
"Dia mau ngapain lagi?" ketus Tio tak senang melihat kedatangan Alano. Dahi Nara berkerut ia lantas berbalik dan mendapati sosok Alano yang kini berjalan mendekat.
Alano melirik sapu tangan yang menutup lukanya, ia lantas menarik Sapu tangan itu asal membiarkan lukanya terbuka.
"Al?" Nara menatap Alano heran, tidak biasanya Alano bersikap aneh seperti ini.
Tanpa basa-basi Alano langsung menarik tangan Nara menjauh. "Ikut gue."
"Kemana?" tanya Nara binggung.
Tio mencengkeram tangan Alano agar tidak menarik Nara. "Lepasin Nara. Lo mau apalagi?"
"Minggir," ketus Alano mendorong Tio kasar. Dengan gerakan cepat Alano langsung menarik tangan Nara pergi.
"Sialan," umpat Bunga mengikuti Alano yang semakin mempercepat langkahnya.
"Lo mau ajak gue kemana?" tanya Nara saat Alano mulai menariknya ke anak tangga.
"Alano jawab!"
"Rooftop," jawab Alano singkat. Tio dan Bunga yang mengikuti dari belakang tidak mengerti isi pikiran Alano saat ini.
"Alano lepasin Nara!" teriak Tio kesal.
Alano semakin mempercepat langkahnya, sampai ada sebuah pintu yang menjadi penghalang jalannya. Alano menghembuskan napas panjang lalu membuka pintu penghubung rooftop. Hembusan angin menerpa wajahnya, hal itu mengingatkan Alano akan satu hal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...