2

599 43 5
                                    


"Tentu saja, apalagi dia memberikan kebanggaan bagi keluarga. Keluarga kami benar-benar bangga, rasanya hidup kami sangat sempurna berkat dia."

Suara dentuman keras seketika memenuhi ruangan, Neni berlari tergesa menuju ruang tengah.

Antonio meraup wajahnya gusar setelah melihat berita di televisi, barang-barang yang tadinya tersusun rapi kini telah berserakan karena ulahnya.

"Dimana Alano?" ketus Antonio menatap Art yang tiba-tiba terdiam tak jauh darinya.

"Belum pulang, Tuan" ujar Neni menunduk karena takut akan amarah Antonio.

"Belum pulang?"

Neni mengganguk ragu.

"Anak itu harus di didik lebih baik lagi," tukas Antonio mengeluarkan kertas dengan huruf B yang terpampang jelas disana.

***

Suara ketukan jari mendominasi ruangan. Antonio menatap tajam ke arah pintu utama, rahangnya mengeras seperti menahan marah.

"Darimana kamu?"

Langkah Alano terhenti, suara Antonio barusan berhasil membuat dirinya panik. Antonio bahkan masih bisa lihat wajah pucat Alano, entah karena kelelahan atau panik.

Alano tampak menunduk walaupun kini Antonio sudah berdiri tepat dihadapannya.

"Kamu tau apa yang Papa inginkan, bukan?"

"Disiplin," ujar Alano angkat suara.

Napas hangat menyentuh wajah Alano, kini Antonio sedikit membungkuk dan membuka topi yang menjadi penghalang diantara mereka.

"Lagi?"

"Nama kita bersih."

"Good. Tapi kamu juga harus ingat, nilaimu tidak boleh B. Papa, juga nggak suka ada yang kamu sembunyikan."

Mata Alano membulat sempurna, kepala yang tadi menunduk kini harus melihat intens ke arah Antonio.

"Behold," pancing Antonio mengeluarkan kertas dari dalam saku.

Napas Alano seolah dipompa kencang, sebaik apapun ia menyembunyikan sesuatu dari Antonio pasti akan berakhir buruk.

Antonio memicingkan matanya lalu menyodorkan secarik kertas. "Nilai B dalam ulangan bahasa Inggris?"

"M-maaf, Pa."

"Sejak kapan? Kamu mulai jadi seperti ini, Alano?" ujar Antonio memegang kedua pundak Alano dengan kertas ulangan yang masih berada ditangan kirinya.

"Hari ini kamu benar-benar membuat Papa kecewa. Pertama, kamu nggak disiplin. Kedua, kamu nggak patuh karena kamu sudah berani pergi ke jalanan kotor itu."

"Aku cuman mau bantuin mereka, Pa," bela Alano, memang benar ia tadi pergi ke jalanan karena ingin membantu anak kurang mampu disana.

"Berhenti memikirkan orang lain, Alano! Kamu nggak perlu bantuin orang yang tidak dikenal!"

Alano hanya bisa menunduk, membiarkan Antonio meluapkan amarah yang sudah tidak bisa ditahan.

"Dengar Alano, kamu harus bisa disiplin, nilai kamu juga harus bagus. Jangan pernah pedulikan orang lain, karena mereka hanya penghambat. Karena kalau kamu gagal, semua orang akan ninggalin kamu! Kamu harus ingat itu!"

"Dunia bukan cuman tentang gagal atau berhasil," ujar Alano.

Jawaban Alano barusan membuat rahang Antonio mengeras bersamaan dengan buku tangannya meremas kertas.

"Benarkah? Kalau itu benar, maka tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin. Tidak ada perbedaan antara tampan dan jelek! Semua orang selalu berlomba-lomba mendapatkan yang terbaik!"

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang