"Pisau?" Tio meneguk ludahnya dengan susah payah.
"Lo mau ngapain, Al?"
Tio dan Deni tak habis pikir dengan apa yang Alano lakukan sekarang, sedang apa anak itu dengan pisau ditangannya.
Alano tersenyum miring. "Bunuh orang."
"Gila!" Tio mengumpat berkali-kali, ini sudah kesekian kalinya Alano melontarkan kata-kata tidak masuk akal.
"Lo jangan aneh-aneh ya."
"Kalau gitu-" Alano menyodorkan pisau ke arah Deni.
"Kalian yang bunuh," serah Alano dengan tatapan datar. Tio dan Deni saling bertatapan mendengar permintaan Alano yang tak masuk akal.
"Den, pegangin dia kita bawa ke pak ustad! Perlu di ruqyah nih bocah!" teriak Tio memegangi tangan kiri Alano.
Deni berlari menuju motor yang terparkir tak jauh dari mereka. Cowok itu kembali dengan sebuah botol air mineral di tangannya. "Nggak perlu! Gue aja yang ngeruqyah dia!"
"Aaaa!" ringgis Deni merasakan sakit di bagian punggung.
Sebuah benda keras berhasil mendarat mulus di pundak Deni, cowok yang berstatus sebagai pembalap dadakan itu hanya dapat meringis kesakitan sembari melihat gadis paling menyebalkan sedang berdiri tepat di dekatnya.
"Lepasin Alano atau gue geplak lo berdua!"
Tio menatap Nara horor, gadis dengan rambut sebahu itu sudah bersiap melayangkan sapu ke kepalanya kapan saja.
Alano tersenyum penuh kemenangan, para gadis sudah mulai keluar dari rumah dan sudah dipastikan Tio serta Deni akan tamat.
"Denger ya Neng cantik," bujuk Tio melepas tangan Alano.
"Apa lo!" Nara menggangkat sapu lebih tinggi, tangganya sudah siap melayangkan pukulan ke arah kapten tim basket yang tak lain adalah sahabatnya.
"Tolong ya Tio, kita bertiga ini kagak mempan sama ucapan manis lo." Bunga berjalan mendekat sambil membawa cobek dengan bumbu rujak yang sudah digiling.
Deni mendengus sebal, matanya menatap intens ke arah Alano yang selalu dibela.
Pisau tajam yang sedari tadi Alano pegang kini disodorkan ke Nara. "Butuh 'kan?" Alano menatap ke arah Deni dan Tio secara bergantian, membuat kedua temannya itu panik bukan main.
"Astagfirullah! Gue masih mau hidup, lo berdua jangan aneh-aneh!"
"Apaan sih." Nara menatap Tio binggung.
"CK, gitu aja ta-" ucapan Deni terhenti ketika pisau tajam kini berada tepat didepan wajahnya.
"Lo," tunjuk Nara menggunakan mata pisau.
Wajah Deni pucat, Nara mengarahkan mata pisau seolah bersedia menusuk dirinya kapan saja.
"Balapan dimana lo tadi malem!"
"Mampus!" umpat Disa keluar sambil membawa mangga.
"Siap-siap aja ya bro!" kekeh Bunga mengaduk bumbu rujak.
Nara sudah seperti ibu-ibu komplek yang mengomeli tukang sayur. Bagi Nara, aturan tetap aturan. Aturan dalam Genk mereka adalah:
Pertama, tidak ada yang boleh pacaran.
Kedua Buaya ataupun bajingan dilarang masuk.
ketiga, ikut kata cewek karena cewek selalu benar.Tentu saja awalnya Deni dan Tio tidak setuju dengan aturan yang dibuat. Tapi mau bagaimana lagi, toh mereka kalah suara. Jangan tanya soal Alano, anak itu hanya mengganguk setuju apapun keadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...