Konteks hidup setiap orang berbeda-beda dan tidak bisa dipukul sama rata. Ada yang menikmatinya tapi ada juga yang selalu ingin mengejar impian, semua itu adalah pilihan.
Nara menarik keripik yang sedari tadi di atas meja, seisi kelas kini tengah sibuk dengan film horor yang sedang tayang di laptop.
"Gue nggak terlalu suka film horor," ujar Nara pergi ke sudut ruangan.
Bunga menatap Nara santai, lagipula gadis itu memang tidak terlalu suka berkumpul dengan teman sekelas.
"Gue juga." Bunga kini justru mengikuti Nara, mereka hanya duduk di sudut ruangan dengan keripik kentang yang memang di sediakan oleh siswa kelas dari uang kas.
"Daripada nonton, mending kita bahas hal penting aja," tawar Nara menyodorkan sebungkus keripik.
Kedua sahabat itu kini justru sibuk di sudut ruangan, mereka bahkan enggan untuk berkumpul dengan para gadis yang sudah siap berteriak kapan saja.
Suara garing terdengar sampai akhirnya gadis itu angkat suara. "Soal?"
Tatapan Nara menjadi serius, tangganya mengambil benda pipih dari saku dan mulai mencari sebuah foto di galeri.
Nara menyodorkan handphonenya, tampak Foto 6 orang siswa yang tengah tersenyum dengan atribut MOS yang masih terpasang.
"Foto tahun lalu." Bunga memundurkan tubuhnya beberapa centi.
"Yoi. Lo sadar nggak sih, diantara kita itu ada yang mulai berubah?"
"Alano maksudnya?" terka Bunga tepat sasaran.
"Bener. Dia tuh aneh banget," tutur Nara menatap foto mereka yang diambil tepat sehari setelah perkenalan.
"Lo kayak baru kenal Alano aja, dia itu ambisius dan misterius. Di bawa santai aja kenapa?"
Tatapan Nara beralih ke arah Bunga, ada perasaan yang mengganjal di hatinya.
"Tapi Alano emang akhir-akhir ini aneh, menurut lo gimana?"
Bunga memutar bola matanya malas, berbicara dengan Nara benar-benar menguras emosi dan tenaga.
"Denger ya, Na. Alano itu dari dulu emang nggak pernah berubah, dia masih tetep jadi sosok misterius walaupun kita udah temenan. Gue tanya sama lo, diantara kita berlima ada yang tau latar belakang dia nggak sih?"
Nara menggeleng.
"Nah jadi lo nggak usah drama bilang dia berubah atau apa, emang dasarnya si Alano dari dulu gitu-gitu aja."
Bunga menarik bungkus keripik lebih dekat agar mudah untuk digapai. "Ngomong sama lo bikin gue laper."
Nara berdecak sebal, kenapa dia harus mempunyai sahabat seperti Bunga yang hanya tau makan saat curhat.
"Gue cuman ngerasa Alano itu sedikit demi sedikit mulai berubah."
"Dia emang begitu, santai aja."
"Bunga gue serius. Tuh anak kayak bukan Alano yang kita kenal. Dia bahkan bentak orang, gue jadi kasihan sama Disa pasti dia shock."
"Nara denger, Alano dan Disa itu emang enggak pernah akur. Namanya juga rival," tutur Bunga berusaha membuang jauh-jauh pikiran buruk dari Nara.
" Kayaknya tuh anak bener-bener terobsesi buat ngalahin Disa. Apalagi, kejadian kemarin bener-bener sulit dipercaya," jelas Nara, Bunga mengganguk.
"Nara, Sekolah ini isinya emang anak ambis semua. Jadi Alano bukan makhluk pertama yang berambisi kuat untuk mengalahkan lawan-lawannya. Dan soal yang kemaren, mending kita lupain aja palingan entar juga baikan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...