12

359 36 19
                                    

"Ruang BK. Ada apa sebenarnya, Al?"

Alano tidak menggubris ucapan Laras, ia justru mempercepat langkahnya menuju mobil Alphard yang terparkir dihalaman Sekolah.

"Den," sapa Pak Unang selaku supir pribadi Alano. Alano menatap pria itu datar lalu masuk ke dalam mobil tanpa menunggu Laras.

Laras masuk ke dalam mobil, duduk di kursi sebelah Alano dengan wajah penuh keheranan.

"Jalan pak," titah Alano memejamkan mata.

Mobil pribadi itu keluar dari halaman Sekolah, Alano diminta pulang hari ini agar tidak menyebabkan masalah lebih besar di antara para siswa.

"Ada yang mau kamu ceritain ke Tante?" tanya Laras sambil memijat kepalanya. Berada di ruang BK serta mendengar nasihat dari Utomo serta guru Bk benar-benar membuat kepala Laras pusing.

"Enggak ada."

Laras berdecak pelan, perhatiannya kini beralih ke arah Alano. "Untung kamu nggak di skors."

Alano tersenyum miring mendengar hal itu. " Itu nggak bakalan terjadi, they won't dare," ucap Alano masih setia menutup mata.

Laras memiringkan posisi duduknya, mengambil kotak P3K yang memang disediakan di mobil untuk situasi genting.

"Apa karena Papa kamu lagi di luar negeri, makanya kamu pikir bisa ngelakuin apa aja seenaknya?" tanya Laras mulai membersihkan luka disudut bibir Alano dengan kapas.

Alano membuka mata dan mulai mengalihkan perhatiannya ke langit-langit. "Ini bukan pertama kali Papa pergi, Tan. Jadi nggak ada hubungannya."

"Tapi ini pertama kalinya kamu terlibat masalah besar. Pertama Disa, sekarang berantem. Papa kamu bisa marah kalau hal ini sampai bocor kepublik."

"Papa nggak akan marah selama dia nggak tau," tekan Alano. "Lagian, nggak banyak yang tau kalau aku anak Antonio."

Laras mendengus, ia benar-benar dibuat binggung dengan sikap Alano akhir-akhir ini. "Kamu harus cerita semuanya ke Tante. Apalagi soal kasus Disa yang buat nama kamu terseret."

"Kemarin aku udah bilang dan sekarang aku tanya lagi. Tante percaya aku atau mereka?"

"Kamu. Karena Tante yakin kamu nggak bakalan lakuin hal senekat itu," ujar Laras menurunkan kapas dari bibir Alano.

"Kalo Tante percaya aku. Tante tenang aja, aku bakalan selesain masalah ini sendiri," tutur Alano menatap mata Laras lekat.

"Denger Alano, Kamu aman itu karena Tante belain kamu kemaren. Tapi kalau kamu pikir, Tante akan selalu belain kamu maka itu salah. Tante belain kamu hanya karena nggak ada bukti yang kuat tentang kejadian itu. Makanya pihak sekolah maupun keluarga Disa setuju untuk nggak bawa kasus ini ke jalur hukum. Ingat, hanya sampai gadis itu sadar."

Alano terdiam sejenak. Semua ini hanya akan bertahan sampai Disa sadar. Yang berarti ia harus cepat menyelesaikan masalahnya jika tidak ingin dikecam Antonio.

Laras menggapai tangan Alano, ia sadar kalau Alano sekarang sedang memikirkan yang ia katakan barusan. Ibu jari Laras mulai mengelus pelan punggung tangan Alano. "Tante juga berharap, Papa kamu nggak perlu tau masalah ini, apalagi publik. Kamu tau sendiri, salah satu hal terpenting bagi Papa kamu adalah reputasi."

Tubuh Alano menegang. "Mampus," batin Alano mengutuk dirinya sendiri karena baru ingat akan hal itu. Bagaimanapun caranya hal ini tidak boleh sampai bocor kepublik ataupun media.

Selang 15 menit mobil berhenti di depan rumah bernuansa putih. Alano keluar dari mobil, mengambil langkah seribu menuju kamar dilantai dua.

"Den."

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang