"Siapa Alano?"
Anesha berkedip dua kali, sudut bibirnya terangkat lalu terkekeh geli. "Lo bercanda? Nggak ada bahan lain apa? Sok-sokan lupa kayak orang amnesia. Lo nggak bisa nge-prank gue."
Dahi Alano berkerut naik, menatap Anesha dengan raut yang tak bisa dijelaskan. "Apa aku kelihatan bercanda?" tanya Alano lagi. Anesha terdiam, menatap Alano untuk mencari kebohongan dimata adiknya.
"Masa lo lupa nama sendiri sih?"
Alano menunjuk dirinya lalu menatap Anesha dengan sorot penuh keheranan. "Aku? Alano?"
Anesha menggeleng tak mengerti. "Bercanda lo nggak lucu sumpah," maki Anesha menyendok kue kedalam mulut.
"Siapa yang bercanda?"
Anesha tertegun, menaruh piring di tepi kolam lalu menatap Alano intens. "Lo beneran nggak inget?"
"Inget apa?"
"Lo inget gue? Nama panjang gue siapa?" tanya Anesha memastikan.
"Anesha Laudy Inara."
"Tuh inget," tukas Anesha merasa dikerjai.
"Yah masa aku lupa nama Kakak sendiri."
Anesha menatap Alano cengo, sedikit heran dengan pernyataan adiknya barusan. "Nama panjang lo apa?"
"Emangnya apa?"
"Kok balik nanya sih?" ketus Anesha semakin tak mengerti. "Pas di Jakarta kita satu sekolah, nama sekolahnya?"
"SMA Andala."
"Aish, lo ngerjain gue ya?"
"Ngerjain gimana sih Kak? Aku nanya yah karena emang nggak tau."
Anesha menghela napas panjang, lalu menunjuk Alano serius. "Alano, nama lo itu Alano."
Alano kembali menunjuk dirinya. "Aku?"
Anesha mendengus kesal lalu membuang muka malas karena merasa dikerjai, membuat suasana menjadi canggung.
Alano menunduk, terik matahari yang sejak tadi terus menyorotinya terasa sangat menyiksa. Ditambah ia memang tidak cukup minum setelah bermain basket tadi. Perlahan tangan Alano menyentuh kepala bagian belakang, merasakan nyeri yang amat menyakitkan.
"Jangan bercanda dong, kita baru ketemu udah main prank aja," ketus Anesha tidak terima.
Bibir pemuda itu digigit pelan, menahan agar suara napas sesaknya tidak terdengar jelas, bajunya juga mulai basah dibasuh keringat.
"Denger ya Alano, lo itu—" Anesha melotot sempurna saat melihat wajah Alano mulai pucat. "Alano!" pekik Anesha mengeluarkan kakinya dari dalam air lalu mendekati Alano.
"Lo kenapa?" tanya Anesha panik.
"Muka lo pucet. Kenapa? Kepala lo sakit?"
Alano menggeleng sambil terus mengatur napas, rongga dadanya terasa sesak, peluh keringat kini mulai membasahi tubuhnya. Alano menggapai lengan Anesha untuk bergantung agar tidak tumbang.
"Tan! Tante!" pekik Anesha menyeka keringat Alano yang mulai deras.
Anesha meraih tangan kanan Alano lalu melingkarkannya dipundak. "Kita masuk, bisa berdiri nggak?" ujar Anesha membantu Alano berdiri.
Alano mengangguk, berusaha berdiri dengan kekuatan yang masih tersisa di tubuhnya. Tanpa banyak bertanya, Anesha langsung merangkul Alano agar berjalan masuk kedalam.
Anesha mendudukkan Alano di sofa, duduk disamping sang adik lalu menyeka rambut Alano menyamping.
"Apa yang lo rasain sekarang?" ucap Anesha memperhatikan raut wajah pucat adiknya. "Mau minum dulu nggak? Kakak ambilin dulu," tawar Anesha segera beranjak menuju Dapur.
![](https://img.wattpad.com/cover/274238480-288-k501005.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...