56

403 38 11
                                    

Suara langkah menggema di seisi rumah. Semuanya tampak rapi tapi tidak dengan pikiran Alano.

Alano masuk ke salah satu ruangan, dia tau satu hal yang selalu tersedia di rumah meski disembunyikan sedemikian rupa.

Langkahnya pasti, sorot matanya tajam dengan bercak air mata yang masih tersisa. Alano berjongkok di dekat salah satu laci, tepat di ruang kerja Laras. Mencari sesuatu yang sudah pasti disediakan disini.

Napas Alano tertahan, tangannya langsung meraih benda hitam itu lalu keluar begitu saja. Alano berlari mendekati pintu utama sambil terus mengecek ponsel, melihat lokasi yang Sera kirim untuk ketiga kalinya.

"Al?"

Tubuh Alano tersentak kaget, ponselnya jatuh tepat di depan pintu, dihadapan kelima orang yang kini tengah menatapnya heran. Buku tangannya mengerat diujung pegangan.

"Pistol?"

Semua orang seketika dibuat membeku melihat apa yang sedang Alano pegang.

Alano langsung menyembunyikan pistol itu agar tidak terlalu mencolok, meskipun semua orang sudah mengetahuinya.

"Al, kamu ngapain?" Eja mendorong tubuh Alano masuk untuk meraih pistol di tangan sahabatnya.

"Al?" paksa Eja menarik tangan Alano tapi tubuhnya didorong kasar membuat Eja terjatuh di dekat rak sepatu.

Alano buru-buru keluar, tanpa banyak bertanya atau menjawab pertanyaan.

Tangan Alano kembali dicekal, tepat didepan pintu. Tio menatap mata Alano serius. "Al? Ada apa?"

Tatapan Alano menajam. "Bukan urusan lo," tekan Alano menghempaskan tangan Tio dari lengannya.

Dava berlari, pemuda itu langsung mendorong mundur pergerakan Alano.

"Minggir."

"Enggak! Jawab kenapa? Itu pistol, Al," tunjuk Dava ke tangan kanan Alano.

"Minggir Dava," tekan Alano berusaha menerobos pintu tapi Dava kembali mendorongnya masuk.

"Enggak!"

"Minggir atau gue tembak!"

"Alano!" Semua berteriak histeris ketika pistol itu justru Alano arahkan di kepala Dava.

"Tembak," tantang Dava tak gentar. Pemuda itu maju selangkah, menaruh tangannya diatas tangan Alano yang kapan saja siap menekan pelatuk, menatap mata penuh amarah itu serius.

"Tembak, Al!" pekik Dava menggenggam tangan Alano diatas pistol. "Kita kenal bukan setahun, dua tahun. Aku tau sifat kamu! Jadi tembak!"

Tubuh Alano gemetar, sorot matanya menurun sembari menurunkan pistol perlahan dengan wajah semrawut. Mata Alano menangkap sesuatu yang tengah Dava pegang.

Dava menepuk bahu Alano dua kali. "Kenapa, Al?"

"Al?" Disa mencoba mendekat tapi Dava langsung memberi kode agar gadis itu tidak mendekati sahabatnya. Jika Eja marah, tentu Dava juga.

Eja segera berdiri mendekati kedua temannya. "Al." Eja melirik seisi rumah yang tampak sepi. "Kak Anesha mana? Kalian berantem?"

Buku tangan Alano mengepal. Dengan gerakan cepat ia langsung meraih kunci ditangan Dava lalu menerobos keluar berlari menaiki motor yang terparkir di halaman.

Ketiga pemuda yang ada disana berlari mendekati Alano cemas.

"Al!" pekik Eja menarik tangan Alano tapi kunci telah diputar, Alano langsung tancap gas keluar pagar. "Alano!"

"Al!" gertak Dava berlari keluar pagar mengikuti Alano yang semakin gencar melajukan motor dengan kecepatan tinggi.

"Guys." Bunga memanggil, tubuhnya menegang dengan keringat dingin yang mulai keluar. Semua orang menoleh heran. "Anesha diculik!"

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang