33

395 40 6
                                    

"Alano."

Bunga melirik ketiga sahabatnya yang tengah berdiri menatap papan mading.

"Peringkat 1 paralel tahun ini," ungkap Tio setelah membaca nama Alano berada di urutan paling atas.

Deni menurunkan tangannya dari bahu Tio seraya tersenyum miring. "Tapi dia dapatin itu dengan cara yang salah," ketus Deni beranjak pergi diikuti Bunga, Tio serta Nara.

Keempat sahabat itu berjalan menuju kelas 11 MIPA 2 dilantai dua. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pengumuman peringkat paralel akan di umumkan di mading sebelum akhirnya mendapat hadiah serta ucapan selamat dari pihak sekolah.

Deni berjalan paling depan, diikuti Tio, Nara dan Bunga yang masih menaiki anak tangga.

"Nanti pulang sekolah, kita jenguk Disa. Mau nggak?" ajak Bunga diangguki teman-temannya.

Nara menaiki tangga terakhir sambil menunduk lesu, seharusnya mereka senang karena ujian semester telah usai. Tapi kali ini berbeda, mereka kehilangan anggota yang dulu selalu memberikan kehangatan sehingga rasanya sudah tak lagi sama.

Langkah Deni terhenti saat seseorang tanpa sengaja menghalangi jalan.
"Wah, si jagoan ternyata ada disini," ujar Deni bertepuk tangan.

Beberapa orang siswa datang memperhatikan kejadian tersebut. Setelah sekian lama kini mereka dapat melihat mantan sahabat itu berhadapan langsung.

"Congrats, Alano. Lo dapatin apa yang lo mau," ucapan Deni terjeda, ia lantas tersenyum remeh ke arah Alano.

"Yah walaupun dengan cara yang salah."

"Thanks," jawab Alano singkat lalu hendak melangkah pergi.

"Woi anak manja!" teriak Deni berbalik mengikuti arah Alano pergi.

Alano menghentikan langkahnya tanpa sedikitpun berbalik. Teriakan Deni barusan berhasil mengundang lebih banyak siswa untuk menonton.

"Lu tuh punya kaca nggak sih dirumah? Nggak tau malu banget," hina Deni disambut bisikan tidak mengenakkan dari siswa yang berada disana.

Nara memejamkan matanya sejenak menunggu sebuah jawaban keluar dari mulut Alano.

Tapi dugaan Nara salah, Alano justru memilih pergi dari tempat tersebut tapi tiga orang pemuda menghalangi langkahnya.

"Minggir," usir Alano datar.

Bimo tersenyum sinis. "Bentar, kami mau ngasih lo sesuatu."

"Guys!" tukas Bimo mengambil alih situasi. "Kita semua tau kalau hari ini adalah pengumuman peringkat paralel."

Bimo melirik Alano sekilas. "Sebelumnya, peringkat pertama selalu dipegang oleh Disa tapi sekarang posisinya sudah diambil alih oleh Alano," tunjuk Bimo ke arah Alano, membuat tatapan semua orang berfokus pada Alano.

"Bukankah kita harus apresiasi atas peringkat yang udah dia raih?"

"Gimana kalau kita apresiasi cara kotornya yang telah berhasil?!" pekik seorang siswa dari arah belakang Bimo. "Kita apresiasi taktik dia dapatin semua ini, dengan cara menyingkirkan seseorang."

Salah satu siswa bertepuk tangan diikuti siswa yang lainnya sehingga keadaan menjadi riuh.

Perlahan, mata Alano tertutup. Mendengarkan tepuk tangan yang dulu adalah bentuk apresiasi sekarang justru menjadi hinaan.

"Kenapa? Lo ngerasa di sudutin?" sindir Bara membuat mata Alano kembali terbuka.

"Lo takut?"

"Cara lo kotor, Alano."

Secercah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang