Laras berjalan bolak-balik sekitar 1 jam, sedari tadi ia terus menunggu telpon dengan wajah gelisah. Hampir seluruh lampu rumah telah mati, tapi sampai saat ini keponakannya itu belum pulang.
Suara dering telpon membuyarkan pikiran Laras, dengan cepat ia mengangkut telpon tersebut dengan napas memburu.
"Halo, gimana?"
"Maaf, Buk. Tapi Den Alano belum ketemu," ujar orang suruhan Laras.
"Akh! Cari lagi! Saya mau Alano ketemu malam ini juga," titah Laras menutup telpon sepihak.
Derap kaki terdengar mendekati rumah. Laras segera menelisik ke arah pintu utama yang kini tengah terbuka, menampilkan seorang pemuda mengenakan Hoodie berwarna hitam.
"Alano!" pekik Laras gemas. Sedangkan keponakannya itu hanya menoleh dengan wajah tanpa dosa.
"Anak nakal," kesal Laras menarik Alano duduk di sofa, bersiap menghujam keponakannya itu dengan kekhawatiran yang ditutupi omelan.
"Dari mana kamu? Ini udah malam, Alano. Jangan buat Tante panik! Kalau Tante serangan jantung gimana? Kalau pergi itu kasih tau dulu. Tante memang kasih kebebasan selama Papa kamu di luar negeri, tapi seenggaknya telpon rumah buat kasih kabar."
Alano menanggkupkan wajahnya di kedua tangan layaknya anak kecil, ia berusaha untuk tidak tersenyum mendengar omelan Laras yang menurutnya lucu.
"Alano! Kamu dengerin Tante nggak sih?" celetuk Laras.
"Iya, Tante. Aku denger."
Alano menarik tangan Laras untuk duduk disampingnya, berusaha membuat wanita itu tenang dengan elusan lembut di telapak tangan.
"Pokoknya Tante tenang aja, Tante nggak bakalan kena serangan jantung. Aku minta maaf, lain kali pasti aku kasih tau ada dimana. Aku tadi cuman keliling bentar."
Laras menghela napas panjang, ia memang tidak bisa terlalu lama marah ke Alano.
"Kalau Papa kamu sampai tau, bisa di hukum kamu. Kalau kamu kenapa-napa gimana? Tante bisa dimarahin."
Alano terkekeh, ia tau Laras sangat khawatir padanya. "Tante tenang aja, lagian aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri.
Wajah Laras berubah sendu, ia tidak menyadari kalau anak kecil yang dulu selalu menangis di pangkuannya telah tumbuh besar menjadi remaja tampan.
"Tante kenapa?"
Tangan Laras menggapai wajah Alano, ia mulai mengelus lembut pipi orang yang paling ia sayang saat ini.
"Kenapa?"
Laras tersenyum lalu menggenggam tangan Alano erat. "Tante nggak nyangka aja kamu udah besar, udah nggak cengeng lagi."
Alano tersenyum, senyuman yang sangat jarang di tunjukkan akhir-akhir ini kembali muncul walau itu hanya ditunjukkan kepada Laras.
"Jadi, kapan nih?"
"Apanya?" tanya Alano sambil terus tersenyum.
"Kenalin pacar kamu ke Tante."
Alano dibuat kaget setengah mati, tubuhnya spontan berdiri sambil menatap Laras tak percaya.
"Tante, jangan aneh-aneh," ujar Alano sedikit kesal.
"Yah katanya bukan anak kecil lagi, Seharusnya udah punya pasangan dong. Lagian siapa sih cewek yang mau nolak kamu? Udah ganteng, pinter, kaya, baik lagi. Kamu tuh sebenarnya tipe cowok idaman," goda Laras menaikan sebelah alisnya. Sedangkan Alano merasa merinding melihat tatapan Laras kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secercah Darah
Teen FictionTampan, kaya, cerdas. Sempurna. Kata orang, Alano itu sempurna. Padahal semua orang tau, tidak ada manusia yang sempurna. Sebuah alasan membuat Alano HARUS meraih peringkat satu paralel. Dengan kata lain, ia harus menyingkirkan sahabatnya sendiri d...