Bagian 6|| Psikiater

57 8 1
                                    

Bintang menatap perempuan bertubuh jenjang yang tengah berjalan ke arahnya, ia mengenakan jaket coklat yang sangat tebal hingga menutup lehernya.

"Maaf ya, kamu lama nggak nunggunya?" tanya Kian

Bintang menggeleng, "Nggak kok, aku anter pulang?"

Kian menggeleng, "Aku mau jalan-jalan."

"Ya udah."

"Kamu nggak pa-pa kan?"

"Libur, masa belajar terus," jawabnya lalu menyerahkan helm untuk kekasihnya.

Bintang baru saja menunggu Kian keluar dari studio foto, oh ya. Kian itu model wajar saja ia memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang ideal, dan banyak pula cowok yang mengincar Kian untuk menjadi kekasihnya, bahkan para anggota Farmon sekalipun. Bintang mendengar saat kumpul di markas tadi.

Kian memeluk tubuh Bintang dari belakang, dan Bintang bisa melihat wajah Kian dari spion yang ia arahkan ke wajahnya, ia tampak terpejam sepertinya ia lelah.

Bahkan saat terpejampun wajahnya sangat cantik, bagaimana Bintang bisa fokus menyetir jika memandang spion saja sudah disuguhkan dengan wajah Kian yang sejuk.

"Kian!" panggil Bintang

"Ehm? Udah sampe?"

"Kamu tidur?"

"Iya, sebentar kok!" ujarnya sembari mengusap matanya.

Bintang menunggu Kian turun, lalu ia membantu Kian membuka helmnya, oh ya. Kian adalah tim yang susah membuka helm, jika dihitung butuh sepuluh menit untuk menunggu Kian membuka helm.

"Loh, kok ke rumah? Kan aku maunya jalan-jalan, Bin!"

"Aku liat kamu capek banget, nanti aja ya kita jalan-jalannya. Sekarang kamu istirahat!" ujarnya sembari mengelus kepala Kian

"Eumm, yaudah deh!" akhir Kian.

"Masuk gih."

"Bye!" Kian berlalu melangkah menuju rumahnya.

"Tunggu." Bintang menahan lengan Kian, mengangkatnya lalu mengecup jemarinya

Kian yang tadinya mengantuk kini matanya terbuka lebar menatap Bintang yang baru saja melepas tangannya.

"Selamat tidur," ucap Bintang lalu menaiki motornya dan berlalu meninggalkan Kian yang masih terdiam di tempatnya.

Mungkin ini adalah balas dendam, begitulah pikir Bintang.

***

Bintang membuka pintu rumahnya, ia berjalan menuju kamar sambil membayangkan wajah Kian saat tadi ia mencium tangannya, lucu.

"Ekhem."

Langkah Bintang terhenti dan mencari sumber suara, siapa lagi kalau bukan Nana tapi ini, Ica?

"Seneng banget kayanya, habis dari mana?" tanya Nana yang disengaja seperti menginterogasi seseorang.

Bintang tak menjawab, ia malah menatap wajah Ica yang tampak seperti sedih, kenapa wajahnya harus seperti itu?

"Kak! Ada tamu tuh!" ujar Nana, ia mendekati kakaknya, "Temenin ya!"

Bintang menatap punggung adiknya yang berlalu meninggalkan dirinya dan Ica di ruang tamu, kini Bintang berjalan untuk duduk di samping perempuan itu.

"Nyari gue?" tanyanya pada gadis dengan tatapan polos itu

"Dulu Abin nggak gitu, dulu Abin pakenya aku kamu," jawabnya sambil menatap mata Bintang yang posisinya lebih tinggi dari pandangannya.

DUA TIPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang