Ica mengusap nisan yang kotor itu, lalu ia menggesekkan kedua telapak tangannya untuk membersihkan debu.
"Memangnya lo mempersiapkan apa? Sampai malam-malam begini lo mau ke makam Bunda?" tanya Bintang pada Ica
Ica tersenyum sejenak, lalu ia mengeluarkan kertas dari dalam tasnya.
"Sebentar ya, nggak lama kok!" ujar Ica pada Bintang
"Bundaaa, selamat ulang tahun yaa..
Tante yang udah aku anggap sebagai ibu aku sendiri, terimakasih ya! Karena Tante aku jadi pernah merasakan yang namanya perhatian seorang ibu.
Setiap pagi aku di bawakan bekal, selalu rawat aku waktu aku sakit, dan lebih belain aku daripada Abin ketika kita bertengkar."Bintang menundukkan pandangannya, cahaya rembulan yang tepat diatas mereka benar-benar menerangi malam yang gelap yang hanya di sinari beberapa lampu.
"Bunda! Bunda jangan khawatir, Abin sekarang udah nggak marah-marah lagi kaya dulu, dia juga nggak nangis lagi. Bunda! Apa aku masih boleh mendapatkan perhatian Bunda? Aku rindu... Orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya, aku ingin di belai sebelum tidur, aku ingin cerita di meja makan setelah menjalani hari yang panjang. Bunda-" Ica menghentikan membaca suratnya, ia menunduk dan menutup kembali lembar surat yang belum terbaca sepenuhnya
Bintang memandangi Ica yang tampak membendung air matanya, ia tak sanggup lagi berkata-kata karena nafasnya tercekat, ya seperti itulah dia, suka pura-pura kuat, padahal jati dirinya adalah mengungkapkan rasa sakit.
Bintang mendekati Ica lalu ia memeluk tubuh kecilnya, dan saat itulah Ica menangis kencang di pelukan Bintang.
"Makasih ya, udah sayang Bunda!" ujar Bintang pada Ica
Ica menyandarkan kepalanya pada dada Bintang, ia terus menangis dan tak sanggup mengeluarkan satu katapun.
"Ca, lo masih punya gue. Jangan takut!"
Ica hanya memejamkan matanya sejenak, Tapi hati kamu bukan milik aku, Bin
***
Ica baru saja selesai mandi, lalu ia duduk di meja belajarnya sambil mengusak rambutnya yang basah.
Tok tok tok
"Masuk aja, Bi nggak di kunci."
Bibi masuk sambil membawakan susu hangat dan juga roti strawberry kesukaan Ica, "Kok neng pulang malam, habis dari mana? Kalau ibu tahu nanti bibi yang kena marah."
Ya, memang seperti itu bahkan saat Ica pulang dari pasar malam saat itu Inez malah memarahi Bibi karena Ica pulang malam, padahal Ica yang memaksa untuk pergi.
"Maaf ya, Bi."
Bibi hanya menaruh nampan dan kini duduk di samping Ica, "Nggak pa-pa, neng mah anak pinter, cantik, penurut, bibi yakin neng mah nggak macam-macam di luar sana."
Ica tampak seperti ingin menangis lalu ia menatap Bibi dengan air mata yang hampir terjatuh, "Bi," rengek Ica lalu bibi dengan segera memeluk tubuh Ica
"Iya neng," ujarnya lembut
"Bibi disini aja ya, jangan pergi jangan pindah tempat kerja!" ujarnya sambil menangis di pelukan bibi
"Iya neng, pasti. Pasti atuh, sekarang belajar ya! Udah udah jangan nangis!" ujar Bibi menenangkan
Ica melepas pelukannya lalu terdengar suara bel yang berbunyi di depan.
"Ada tamu neng, bibi bukain dulu ya?"
Ica mengangguk, lalu ia meminum susu yang baru saja bibi buatkan untuknya, ia mengambil roti selai strawberry kesukaannya. Lalu mengingat isi suratnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DUA TIPE
Teen FictionBintang Gala Pratama terus dibayangi masa lalu yang menyedihkan, ketika ia mencoba mengambil tindakan untuk pergi dan melupakan masa lalunya, ia bertemu dengan Kiana gadis cantik yang siap menemaninya. Namun, Bintang jatuh hati akan kebaikan Kiana d...