Bintang memperhatikan Kian yang masih melukis di kanvas yang cukup besar, terdapat ukiran mawar berwarna hitam disana. Memang lukisannya tidak jauh dengan warna gelap.
Bintang sedari tadi membuka ponselnya dan kembali memperhatikan lukisan Kian, lalu ia kembali membuka ponsel dan memperhatikan lukisan Kian.
Sebenarnya, Bintang masih penasaran dengan ucapan Lea, adik kelas yang ia temui saat itu. Pasal Kiana dan Damar. Tapi, sepertinya bukan hal yang penting untuk saat ini.
Kian berhenti melukis, ia menatap Bintang dan meletakkan palette nya di meja, "Kamu ada kepentingan?" tanya Kian
"Enggak," jawab Bintang singkat
"Terus? Kenapa dari tadi kelihatannya gelisah banget?"
Bintang terdiam, sebenarnya ia juga tidak tahu kenapa hatinya tidak tenang, padahal jika berlama-lama dengan Kian sepulang sekolah hingga larut malam ia akan tenang jika bersama Kian.
"Kamu nggak ada pemotretan hari ini?" pertanyaan Bintang mengalihkan pembicaraan
"Kan pemotretannya besok, habis maghrib di cafe Light bukan sekarang! Kamu kenapa sih?"
"Oh besok ya, aku kira sekarang."
Kian kembali mengambil pallete lalu melanjutkan kegiatan melukisnya, "Kamu disini dulu sampai abis maghrib, baru boleh pulang."
Bintang hanya terdiam dan memperhatikan Kian yang melukis dengan nyaman, di ruang khusus untuk dirinya melukis.
***
Ica membuka kardus yang baru saja ia ambil dari dalam gudang, ia mengambil buku coklat yang usang dan kotor karena debu. Buku yang seharusnya ia hanguskan saja, dan buku yang seharusnya ia buang sejauh-jauhnya, tapi ia harus membuka kembali untuk membantu seseorang kembali kepadanya.
Ica membuka kunci buku itu, meski ragu ia sedikit mengangkat sampulnya.
"Icaaa!"
Ica terkejut dengan segera ia memasukkan kembali buku itu ke dalam kardus dan menendangnya ke kolong kamar.
"Heh kalian?"
"Sorry ya kita langsung masuk, soalnya kata bibi lo udah nungguin," ungkap Hana yang menenteng dua paper bag dan Gita membawa satu kresek penuh
"Apa itu?" tanya Ica
"Ice cream, cup cakes, sama gue bawa spaghetti carbonara, oh ini ni yang lagi viral roti panggang pak Slamet, uuh mantap!" ujar Hana penuh semangat
"Ini mau makan atau kerja kelompok?" tanya Ica
"Tau tuh Ca, tadi dia minta berhenti buat beli semua ini nih!" ujar Gita sambil menyodorkan kantong kresek yang di bawanya
"Ya elah pake duit gue juga! Kalo lo nggak mau ya nggak usah!" ucap Hana dengan kesal
"Eh iya iya, gue mau kok!" sergah Gita
Ica tertawa melihat perdebatan mereka, ia bahkan baru saja merasa heran, dirinya tersenyum?
"Eh ketawa! Yey berhasil Git!" ungkap Hana kegirangan
"Lho jadi?" tanya Ica
"Iya, tujuan kita itu mau balikin lagi mood lo yang berantakan. Biasanya tuh orang-orang termasuk gue kalo di beliin makanan pasti langsung bahagia!" ungkap Hana
"Itu si elo!" tuduh Gita
"Sstttt! Dah yuk makan dulu! Nggak pa-pa kan makan di kamar? Nggak pa-pa lah ya?" ujar Hana
Ica hanya mengangguk sambil tersenyum, ternyata kehadiran mereka sangat berpengaruh untuk kesehatan mental Ica. Ica yang tadinya merasa terpuruk karena ingat sesuatu dan hampir mengurung diri seperti dulu.
Tapi, Gita. Dia... Ah tidak, dia kan sudah bilang kalau dia sudah berhenti berurusan dengan Darko, jadi pertemanannya tidak akan menjadi masalah.
"Lo nggak mau roti panggang, Ca?" tanya Hana
"Emmm itu ada abonnya aku nggak suka."
"Sini gue yang makan!" ujar Gita sambil merampas roti yang ada di tangan Hana
"Tau gitu gue beli yang rasa ayam tadi," kesal Hana
"Nggak pa-pa ini ada ice cream, aku suka!"
"Eh cup cakes Ca, lo juga suka kan?" tawar Gita sambil menyodorkan kardus kecil
Ica mengambilnya dan memakannya.
"Kok cuma satu?" tanya Gita
"Aku suka vanilla, nggak terlalu suka kopi sama blueberry, aku yang cheese aja deh!"
"Wah, banyak nggak sukanya ya lo!" ujar Gita, "Enak dong gue kalo gini."
"Enak di elo, gue nggak!" saut Hana
"Ya siapa suruh beli banyak-banyak!"
"Ya niat gue kan cuma buat Ic-"
"Gays, katanya mau hibur aku? Sedih nih kalo kalian berantem!" ancam Ica
Hana langsung terdiam, begitupula Gita, tapi ia masih mengunyah roti panggang.
"Eh gue ada ide!" ungkap Hana
"Apaan?" tanya Gita
Hana meraih tasnya dan mengeluarkan speaker dari sana.
"Lo sekolah bawa itu?" tanya Gita
"Sssttttt!"
Hana melanjutkan aktivitasnya membuka tas dan meraih ponselnya, ia membuka menyambungkan ponselnya pada speaker dan membuka platform musik yang mulai mengalun di speaker tersebut.
"Gua udah belajar sedikit, kalian nilai ya gimana penampilan gue?!" ungkap Hana yang mulai berdiri dan menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik
Ica tersenyum, pasalnya gerak tubuh Hana itu sangat lincah, seperti dancer profesional.
"Lagu apa nih?" tanya Gita
"Permission to Dance BTS, suka banget gue!" ungkap Hana yang masih berjoget
Ica manggut-manggut, meskipun ia tak tahu lagu ini tapi iramanya sangat bagus dan kini ia berdiri dan ikut menari meskipun asal-asalan dan gerakannya sangat kaku.
Hana tertawa melihat cara Ica menari, ia mengajarkan yang benar namun Ica masih tidak bisa juga dan akhirnya Gita ikut menari untuk membuktikan bahwa dirinya juga bisa.
Well, justru gerakan Gitalah yang paling parah, membuat mereka tertawa dan merasa geli melihat dirinya menari tak jelas di hadapan cermin.
Ketika rasa sakit itu datang, segala permasalahan hadir, semuanya memang berat untuk dijalani. Hidup seakan buntu tak ada jalan keluar agar terbebas dari masalah.
Tapi, ketika bertemu dengan sosok yang membuatmu nyaman dan menjadi dirimu sendiri, kamu telah menemukan titik terang semangat hidupmu. Mungkin mereka tidak bisa membantu apa yang jadi masalahmu. Tapi, mereka mampu menemanimu di keadaan buruk sekalipun dan tetap bertahan di segala apapun.
Teman yang kini bersahabat, terima kasih. Tolong, jaga Ica dengan baik, jangan sampai ia kembali seperti dulu.
.
.Jangan lupa follow akun author ya🤗
Follow sosial media author
Ig : @p.velisa0811
Twiter : @KhairaVelisa
Fb : Putri VelisaTerimakasih sudah membaca Dua Tipe, nantikan chapter selanjutnya yaaa 😍😉
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA TIPE
Teen FictionBintang Gala Pratama terus dibayangi masa lalu yang menyedihkan, ketika ia mencoba mengambil tindakan untuk pergi dan melupakan masa lalunya, ia bertemu dengan Kiana gadis cantik yang siap menemaninya. Namun, Bintang jatuh hati akan kebaikan Kiana d...