Bagian 45 || Tipe

9 4 1
                                        

Ica melangkah kecil mengikuti langkah Bintang yang tegas dan cepat, ia tampak marah dan enggan berbicara dengan Ica saat ini, bahkan ia meninggalkan Ica di ruang tamu rumahnya tanpa mengatakan sepatah katapun.

Nana yang melihat kejadian itu langsung menghampiri Ica yang terdiam di kursi ruang tamu.

"Ca, kapan dateng?" tanya Nana

"Baru," jawabnya lemah

Nana ikut duduk di samping Ica, dan melihat keadaan tubuh Ica yang masih mengenakan seragam sekolah, "Lo bolos?"

Ica menggeleng, kini pikirannya hanya tertuju pada Bintang yang tengah marah padanya, ia sama sekali enggan mengeluarkan kata.

"Terus?"

"Dia mau nginep disini, orang tuanya ada perjalanan bisnis. Pinjamin baju buat dia, Na," ujar Bintang saat tiba di lantai bawah, ia hendak ke dapur untuk mengambil air

Nana mengangguk paham, lalu ia membawa Ica ke dalam kamarnya, namun tetap saja mata Ica terus mengarah kepada Bintang yang tengah meminum air putih, namun ketika Bintang tak sengaja menatap mata Ica ia malah mengalihkan pandangannya.

Sesampainya di kamar, Nana menyuruh agar Ica mandi terlebih dahulu dengan baju yang sudah ia siapkan.

Sekitar lima menit lebih Ica selesai, mandi dan kini ia duduk di samping Nana yang masih memainkan MacBook nya sambil memakai headset.

"Na!" panggil Ica

Nana segera melepas headset nya ketika sadar akan kehadiran Ica, lalu ia menurunkan MacBook dari pangkuannya dan menatap Ica.

"Lo kenapa si sama kakak gue? Dari awal masuk rumah kok diem-dieman?"

"Abin marah Na."

Nana lebih mendekatkan dirinya pada Ica, dan ia menatap tajam wajah sahabatnya itu, "kok bisa? Kenapa emang?"

"Gara-gara aku pergi lagi tanpa izin, dan ninggalin pak supir di sekolah tadi."

"Oh pantes!" ujar Nana sambil melengos, ya siapa yang tidak marah jika sudah di tunggu malah pergi, "memangnya lo pergi kemana? Sama siapa?"

"Ke pasar, sama Darko."

"WHAT?!"

Ica memundurkan wajahnya karena teriakan Nana itu tepat di depan wajahnya, "kenapa sih, Na?" tanya Ica dengan wajah kesal

"Darko yang bikin kalian berdua trauma itu? Darko yang bikin kakak gue lupa sama lo? Darko yang bikin kakak gue harus manggil psikiater? Dan satu lagi, Darko yang bikin lo pergi dari Jakarta?"

Ica menelan ludahnya susah payah, ia seperti tengah di interogasi oleh seorang polisi, "Iya."

"Gila lo! Ngapain pergi sama orang bej- astaga maksudnya sama orang brengsek itu?" kesal Nana sambil meremas bantal yang ada di sampingnya

"Yang kamu potong itu mau ngomong apa?" tanya Ica dengan polos

"Bejat."

"Kenapa kamu potong?"

"Kasar, Ca."

"Kata brengsek juga kasar."

Nana mengusak rambutnya, padahal bukan itu yang menjadi poin pembicaraan saat ini, kenapa Ica masih sepolos dan selugu ini padahal ia sudah SMA.

"Nggak gitu Ica cantik, maksud gue ngapain lo jalan sama Darko yang-"

"Yang apa?"

"Ah pokoknya kenapa lo jalan sama Darko?!"

Ica sedikit mengubah wajahnya menjadi datar, "Aku di paksa-"

"Dan lo mau?"

"Kan di paksa."

DUA TIPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang