Bagian 47 || Kabar Duka

23 4 0
                                    

Ica tersenyum seraya mengucapkan terimakasih kepada tukang ojek yang baru saja mengantarnya, namun bukannya pergi tukang ojek itu malah bertanya-tanya.

"Ngapain neng sore-sore ke pasar, mana gerimis lagi, udah pada tutup juga toko."

Ica hanya tersenyum, lalu ia berjalan menyusuri lorong menuju toko buku usang yang pernah ia datangi bersama Darko.

Sepanjang jalan rasanya ingin menangis saja, ia benar-benar tak bisa menahan air matanya yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. Ia mengusapnya beberapa kali hingga matanya tampak merah, ia berhenti sejenak dan menatap sepatunya yang kotor karena becek.

"Ayo Ica, kamu harus kuat!" ujarnya menguatkan dirinya sendiri

"Sore, Reta! ada di rumah?" teriaknya di balik pintu kayu yang terkunci

"Reta, di rumah?" panggilnya lagi tapi tak ada jawaban, "apa lagi pergi ya?"

Ica membalikkan tubuhnya, namun tiba-tiba Reta datang dan menghalau langkah Ica. "Hei, ada apa kamu kesini?"

Mata Ica berbinar, ia seperti menemukan ketenangan bahwa masih ada tempat untuk ia pulang selain rumah, masih ada orang yang mau menyambutnya setelah semuanya pergi, dan masih ada orang yang berharap kedatangannya ketika semua orang menginginkannya pergi.

"Kenapa mata kamu berkaca-kaca?" tanya Reta

Ica tidak bisa menahannya lagi, ia menangis hingga wajahnya seperti anak kecil yang habis di marahi ibunya, Reta memeluk tubuh Ica yang lebih pendek darinya lalu mengusap punggungnya dengan lembut.

"Kenapa?" tanya Reta

Ica tak bisa mengatakan apapun, tangisnya terlalu jujur untuk dirinya yang suka berbohong, untuk dirinya yang tak suka melihat orang mengasihani dirinya, tapi hari ini dunianya benar-benar hancur tak ada yang memperhatikannya dan tak ada yang menginginkannya, sekecewa itu Ica sekarang.

"Ayo masuk!"

Ica mengikuti langkah Reta, ia duduk di kursi sambil menatap teh yang baru saja disajikan, masih panas bahkan Ica bisa melihat asap mengepul di atasnya.

"Kamu kenapa?" tanya Reta dengan lembut

"Aku sendirian Ta, aku nggak punya siapa-siapa."

"Maksud kamu?"

"Orang yang selama ini aku anggap sahabat mereka pergi dan nggak mau lagi berteman sama aku, mereka nggak suka sama sifatku, orang yang aku sayang dia.." Ica menghentikan kalimatnya

"Dia kenapa?"

"Dia nggak sayang aku, apa seburuk ini kenyataan hidupku, Ta?"

"Banyak yang sayang sama kamu, tapi kamu hanya terpaku pada orang itu, orang yang salah, orang yang nggak pantas dapat kasih sayang dari kamu," jelas Reta dengan kelembutannya

"Ca, kamu nggak sendiri. Ada aku, aku pernah bilang kan kalau kamu boleh datang kesini kapanpun. Tapi hari ini rasanya ada yang kurang."

Ica menatap Reta, lalu ia terdiam seolah sedang bertanya dengan tatapannya.

"Hari ini aku nggak bisa ke sana, ya memang sampai kapanpun aku ngga akan bisa kesana. Tapi kamu bisa kan Ca?"

"Bisa apa?"

"Ibunya Darko, meninggal hari ini, dan sore ini dimakamkan di TPU mawar Indah, kamu-"

"Kenapa nggak bilang dari tadi?!" potong Ica bahkan ia berdiri dari tempat duduknya

"Ca ini..."

"Aku pergi!"

Ica berlari membelah jalan yang becek karena gerimis sore hari ini, tak ada cahaya matahari sedikitpun yang membuat Icha merasa khawatir. Yah memang hujan ini lebih menyenangkan daripada senja yang menyilaukan.

DUA TIPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang