"Ibu," teriak Dafa dari luar rumah, merasa sangat cemas dengan keadaan Ibunya. Karena tidak mendengar jawaban, Dafa pun berlari masuk ke dalam rumah. Sampai di dalam Dafa melihat Ibunya sedang berbaring di dalam kamar.
"Ibu." ucap Dafa panik. "Ibu kenapa?" Ibunya tersenyum saat melihat anaknya bernafas terengah-engah dan juga bercucuran keringat. "Kenapa Ibu tersenyum?" tanya Dafa tidak mengerti dengan sikap Ibunya.
"Sini nak." ucap Ibunya menyuruh Dafa untuk mendekat. "Kamu habis lari maraton ya? kenapa baju kamu basah seperti ini nak?" tanya Ibunya sambil mengelus pipi sang anak. Dafa menunduk sambil mendekap tangan Ibunya, lalu berkata, "Bu maafin Dafa ya? sebagai anak Dafa tidak bisa menjaga Ibu dengan baik."
"Jangan bicara seperti itu nak, Ibu tidak apa-apa. Tadi waktu Ibu ke kamar mandi tiba-tiba kepala Ibu pusing dan Ibu terjatuh di kamar mandi. Untung saja Ayah kamu datang ke sini dan dia yang nolongin Ibu."
"Ibu seperti ini pasti karena Ibu kecapean?! kenapa sih Ibu nggak pernah mau dengerin perkataan Dafa. Ibu nggak sayang ya sama Dafa?"
"Kok anak Ibu jadi marah sih? Ibunya sakit harusnya kan di perhatiin sama di sayang. Kok malah kamu jadi marahin Ibu?"
"Maaf Bu. Dafa bukannya mau marah sama Ibu, Dafa bicara seperti itu karena Dafa sayang sama Ibu. Dafa nggak mau ngelihat Ibu sakit." ucap Dafa dengan mata berkaca-kaca.
Melihat Dafa mengeluarkan air mata Ibunya langsung bangkit dari tempat tidur dan memeluk Dafa dengan erat. Dafa pun membalas pelukan sang Ibu.
"Terima kasih nak hanya kamu yang Ibu punya saat ini. Ibu janji, Ibu akan dengerin semua perkataan kamu." ucap sang Ibu dalam pelukan anaknya. Dafa hanya mengangguk sambil terus memeluk Ibunya dengan erat.
***
Seperti biasa setelah pulang sekolah Daffin selalu menyempatkan diri membantu kedua orang tuanya di warung. Daffin tidak pernah mengeluh, dia senang melakukan pekerjaan ini. Sang Ayah pun merasa bangga melihat anaknya begitu rajin.
"Daffin." Ayahnya memanggil.Daffin menoleh. "Ya Ayah." jawab Daffin sambil berjalan menghampiri Ayahnya. "Ada apa Ayah?"
"Nggak ada apa-apa nak. Ayah cuma mau nanya, gimana keadaan Ibu Rani sekarang?" tanya sang Ayah masih merasa khawatir.
"Ohh! tadi Daffin sudah ngasi Bu Rani obat dan sekarang dia lagi istirahat Ayah."jawab Daffin datar.
"Terima kasih ya nak, hanya kamu yang bisa menenangkan dan merawat Ibu Rani dengan baik. Ayah bangga sama kamu." ucap Ayah Daffin sambil mengusap pundak anaknya.
"Ayah tidak perlu berterima kasih. Ini kan sudah jadi kewajiban Daffin juga untuk merawat Bu Rani. Ayah jangan khawatir, Ayah juga harus jaga kesehatan Ayah sendiri. Ayah jangan terlalu memikirkan masalah Bu Rani, Daffin yakin suatu saat nanti Ibu Rani pasti akan sembuh Ayah."
Ayah Daffin mengangguk dan tersenyum mendengar kata-kata yang baru saja di ucapkan oleh Putranya itu. Dia mengelus puncak kepala Putranya itu dengan lembut, dia merasa bangga memiliki anak sebaik Daffin.
"Ayah kalau gitu aku lanjut kerja lagi ya?" ucap Daffin meminta ijin pada sang Ayah.
"Ya nak. Jangan lupa belajar!"
"Iya Ayah. Habis ini aku belajar."
Setelah membantu kedua orang tuanya Daffin tidak lupa untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Selesai mengerjakan tugas sekolah Daffin tidak langsung beristirahat, dia pergi ke kamar Bu Rani untuk mengecek kondisinya Bu Rani. Melihat Bu Rani sudah tertidur lelap Daffin merasa lega. Lalu dia pun kembali masuk ke dalam kamarnya dan beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU
Teen FictionKisah Cinta anak remaja yang tak biasa, meskipun dia di benci tapi dia tetap cinta, meski dia sering di sakiti tapi dia tetap bertahan.... Karena dia cinta.