Dhea baru tiba di kos. Saat akan masuk ke dalam kamar, ia mendengar suara pintu kamar Syila terbuka.
"Eh, Dhe! Baru pulang?" tanya Syila.
"Iya, La. Lo kok belum tidur?" tanya Dhea balik.
"Belum ngantuk."
"Oh. Eh iya, tadi gue udah ke tempat terang bulan yang biasanya, tapi lagi nggak jual makanya gue nggak beliin lo. Sorry ya."
"Iya, nggak papa. Btw, soal Iqbaal gimana, Dhe?"
"Gimana apanya?"
"Katanya lo mau cerita."
"Sekarang?"
"Iya, Dhe. Gue udah penasaran pengen denger cerita lo."
"Yaudah, ayo ke kamar gue!"
"Oke. Eh, tapi gue ke toilet bentar ya, udah kebelet soalnya."
"Iya. Gue masuk dulu."
💙💙💙
Setelah urusannya di toilet selesai, Syila langsung masuk ke kamar Dhea.
Melihat Dhea duduk di atas kasur, Syilapun mengikutinya.
"Gimana, Dhe?" tanya Syila terlihat tidak sabar. Ia antusias bukan karena termasuk fans Iqbaal, melainkan ia ingin mendengar cerita dari sang teman yang begitu menyayangi Iqbaal.
"Kayak yang gue bilang tadi La, gue nggak tau-menau soal Iqbaal yang jadi dosen di Manajemen Yuvii," ujar Dhea. Lalu ia menjelaskan kronologis kejadian di kampus tadi pagi sampai saran yang Lifia berikan.
"Gue pikir kalau lo ketemu sama Iqbaal, lo bakal nunjukin sikap yang fanatik. Jadi, seolah lo heboh banget ngeliat kehadiran dia di kelas lo. Secara kan lo termasuk tipikal cewek yang barbar hahaha," ucap Syila.
"Kenyataannya enggak, La. Asal lo tau ya, sifat barbar gue auto ilang di depan cowok yang gue sayang," balas Dhea.
"Hahaha ... bisa gitu ya."
"Bisa dong. Apalagi pas ngeliat wajah seriusnya Iqbaal, auto kicep gue, La."
"Akhirnya ada yang bikin lo kicep ya."
"Iya. Tapi gue bingung, La."
"Bingung kenapa?"
"Soal saran Lifia tadi lho."
"Segala sesuatunya pasti punya resiko dan terkadang resiko itu berupa hal yang buruk. Jadi, lo pikirin dulu semuanya dan kalau lo udah yakin, lo harus siap saat nantinya menghadapi resiko yang buruk," ujar Syila mendadak bijak.
"Iya, La. Ntar gue pikirin lagi. Thanks ya," kata Dhea.
"Sama-sama. Kalau gitu gue ke kamar dulu ya, Dhe."
"Iya, La."
Setelah itu, Syila meninggalkan kamar Dhea.
💙💙💙
Keesokan harinya, Dhea berangkat ke kampus dengan penuh semangat.
Semalaman Dhea sudah berpikir dan merasa yakin kalau ia akan mencoba saran yang diberikan oleh Lifia. Menurutnya, lebih baik mencoba walau akhirnya gagal, daripada tidak mencoba sama sekali.
Tapi, Dhea hanya melakukan sebagian saran, tidak keseluruhan.
Jadi, yang akan Dhea coba untuk lakukan di tahap pertama yaitu mengikuti kelas Iqbaal secara diam-diam dan memperhatikan setiap gerak-gerik Iqbaal dari kejauhan.
Dhea mencoba mengamati sebelum akhirnya mendekati.
Dhea sengaja melakukan itu karena sejujurnya ia belum siap mendekati Iqbaal secara terang-terangan. Ia takut gugup jika berhadapan dengan sang dosen.
Dhea tidak tau berapa lama ia harus diam-diam seperti itu. Tapi yang jelas, ketika dirasa sudah cukup mengamati dan mulai berani mendekati, Dhea akan terang-terangan menyapa, mengajak berbicara, dan menunjukkan perhatiannya pada Iqbaal.
Di hari Selasa, Dhea ada 2 kelas, mulai dari jam 07.30 sampai 16.00. Tapi di sela-sela itu ia kosong dan rencananya akan mulai langsung mengikuti kelas C yang diajar oleh Iqbaal.
Dhea juga sudah mengatakan pada Rafael-teman OSPEKnya dulu, untuk mengizinkan pada teman sekelasnya kalau Dhea akan mengikuti mata kuliah di kelas mereka.
Sebenarnya Dhea tidak perlu izin terlebih dulu karena tidak ada larangan dan tidak mungkin juga mahasiswa/i kelas C akan marah jika melihat keberadaan Dhea di kelasnya.
Mereka tidak akan marah karena sebagian besar adalah teman akrab Dhea.
Ya, Dhea memang mengenal hampir semua teman se-jurusan dan se-angkatannya, mengingat ia adalah tipikal orang yang humble, friendly, dan anak organisasi, jadi tak heran jika temannya terbilang banyak.
Meskipun begitu, Dhea sengaja memilih memberitahu sejak awal agar mereka tidak kaget saat melihat Dhea tiba-tiba ada di kelas.
💙💙💙
"Jadi gimana, Dhe?" tanya Lifia sesaat setelah mereka keluar dari ruangan untuk matkul di jam pertama.
"Apanya, Fi?" tanya Dhea balik karena tidak mengerti arah pembicaraan Lifia.
"Saran gue yang kemarin, Dhe. Jadi lo lakuin nggak?" tanya Lifia memperjelas kata-katanya.
"Oh itu. Iya, jadi," jawab Dhea.
"Wah! Serius, Dhe?"
"Heem. Ini gue mau ke kelasnya Rafael, Fi."
"Mau ngapain?"
"Soalnya habis ini jadwalnya Iqbaal ngajar di kelasnya Rafael dan gue mau ikut, sesuai saran yang lo kasih kemarin."
"Yah, berarti kita nggak bisa ke kantin bareng dong?"
"Sorry ya, Fi. Gue mau ketemu Iqbaal dulu. Lo ke kantin aja sama Hendra."
"Yaudah deh. Semangat memperjuangkan Iqbaal ya, Dhe. Semoga berhasil!"
"Aamiin. Makasih ya."
"Sama-sama. Eh, btw kelas dimulai jam setengah 11 kan?"
"Iya."
"Terus kok lo mau ke kelas sekarang?"
"Sebenernya gue nggak mau ke kelas sekarang sih, tapi gue mau ke FAPERTA (Fakultas Pertanian) dulu."
"Ngapain ke sana?"
"Mau COD olshop sama temen SMA."
"Oh. Mau gue temenin?"
"Nggak usah. Lo ke kantin aja, tadi kan lo bilang belum sarapan."
"Tapi nggak papa lo ke sana sendirian? FAPERTA lumayan jauh lho dari FEB."
"Nggak papa, Fi. Sans aja."
"Yaudah deh. Kalau gitu kita ke bawah bareng yuk!"
"Iya, ayo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Iqbaal : Dosen Ganteng || END
Teen FictionKetika takdir mempertemukan kita 💙 *** Dheana, mahasiswi semester 4 mendapatkan dosen yang tak lain adalah idolanya sendiri. Dosen tersebut bernama Iqbaal Dhanandaya Armansyah. Iqbaal memiliki wajah yang ganteng. Hal itu yang membuatnya seketika di...