Di lain tempat, tepatnya di rumah sakit Angkasa.
Fian memang sengaja menyuruh Riza menelepon Dhea untuk mengatakan kalau ia habis kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit. Fian melakukan itu karena ia ingin mengetahui apakah Dhea mengkhawatirkannya atau tidak.
Awalnya Fian kecewa ketika Dhea lebih memilih Iqbaal daripada dirinya. Tapi berkat sedikit kata-kata pemanis membuat Dhea akhirnya mau menemuinya di rumah sakit.
Tiba-tiba handphone Fian berdering nyaring.
"Guys, Dhea nelfon gue. Gimana nih?" tanya Fian sambil menunjukkan hpnya pada ketiga temannya.
"Lo angkat lah," jawab Vadli enteng.
"Dasar bego! Ntar malah ketahuan kalau Fian bohong," sahut Hendra.
"Oh iya hehe," kata Vadli.
"Lo diemin aja, Yan. Ntar juga mati-mati sendiri," ujar Riza.
Fian setuju. Tak lama kemudian, hpnya berhenti berdering membuat Fian dkk menghela nafas lega.
Tapi tidak terduga, Dhea kembali menelepon membuat Fian dkk panik.
"Guys, gimana? Dhea nelfon lagi," tanya Fian.
"Lo angkat, Za," kata Hendra.
"Kok gue?" tanya Riza.
"Kan tadi lo yang nelfon Dhea. Mendingan lo bilang kalau Fian belum sadar makanya nggak bisa ngangkat telfpnnya," jelas Hendra.
"Ide bagus," ucap Fian.
Akhirnya, Riza mau mengangkat telepon tersebut dan meloudspeaker sesuai permintaan Fian.
"Halo, Fian," sapa Dhea dari seberang sana.
"Ini gue Riza, Dhe. Fiannya belum sadar," ujar Riza.
"Tolong kasih telfonnya ke Fian! Gue mau ngomong sama dia."
"Kan udah gue bilang Dhe, Fian belum sadar. Jadi mana bisa dia ngomong sama lo?"
"Gue udah tau yang sebenernya. Kalian bohongin gue kan? Fian nggak kecelakaan dan dia baik-baik aja kan?"
Ucapan Dhea membuat Fian dkk terkejut. Dari mana Dhea bisa tau? Apa ia ada di sini? Mereka celingak-celinguk tapi tak menemukan keberadaan Dhea. Hanya ada mereka berempat dalam ruangan.
"Lo ... lo jangan asal ngomong, Dhe! Jelas-jelas Fian lagi di rumah sakit." Riza masih berusaha menutupi kebohongannya.
"Fian emang di rumah sakit, tapi dia cuma pusing doang kan? Udahlah, nggak usah banyak alesan lo pada. Gue mau ngomong sama Fian. Kasih handphonenya ke dia!" Nada suara Dhea mulai terdengar seperti orang yang sedang kesal.
"Orang nggak sadar gimana mau lo ajak ngomong, Dhe?"
"Kasihin handphonenya ke Fian sekarang atau gue nggak bakal maafin kalian selamanya terutama Fian. Gue nggak segan-segan jauhin dia," ancam Dhea dengan tegas membuat Fian dengan cepat mengambil alih handphonenya.
Fian memilih mengaku saja daripada dijauhi oleh Dhea.
"Dhe, maafin aku. Aku-"
"Kenapa bohong?" tanya Dhea dengan ketus.
Fian diam karena memikirkan alasan yang tepat.
"Kenapa diem? Nggak bisa jawab? Aku nggak nyangka kamu tega bohongin aku, Yan."
"Maaf. Aku nggak bermaksud bohongin kamu. Aku cuma mau kamu deket lagi sama aku. Semenjak ada Iqbaal, kamu jadi jauh. Terus gara-gara Iqbaal masuk rumah sakit, kamu selalu nemenin dia bahkan kamu rela nggak masuk kuliah. Aku cemburu, Dhe. Aku juga iri sama Iqbaal yang bisa dapet perhatian penuh dari kamu. Makanya aku pura-pura kecelakaan biar kamu bisa perhatian ke aku juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Iqbaal : Dosen Ganteng || END
Teen FictionKetika takdir mempertemukan kita 💙 *** Dheana, mahasiswi semester 4 mendapatkan dosen yang tak lain adalah idolanya sendiri. Dosen tersebut bernama Iqbaal Dhanandaya Armansyah. Iqbaal memiliki wajah yang ganteng. Hal itu yang membuatnya seketika di...