Be honest, you're really lonely.
Be honest, you know you can't go on any longer
Since when were you alone?
It's to the point where it's awkward to look into my own eyes in the mirror
—Kim Jonghyun◀❇❇✳❇❇▶
Tiga bulan yang lalu...
Malam itu, suara letusan-letusan kecil menggiring kembang api untuk naik mewarnai langit ibu kota. Ramai sorakan manusia menyambut tahun baru yang aktual dimulai, tak jarang diantara mereka mengadahkan gawainya keatas langit untuk merekam momen yang terjadi perdana setiap awal tahun.
Ponsel sengaja Jihan matikan karena ia percaya teman-temannya akan mengirim banyak pesan, meminta agar Jihan segera datang ke ruko Salih. Sekaligus mengutuk bagaimana Jihan melewati momen keakraban tahun baruan bersama Paguyuban Sahabat Sejati dan memilih duduk sendiri di rumah.
Kebetulan balkon kamarnya menghadap kearah gedung-gedung tinggi, pemandangan kembang api yang berkamuflase diatas wisma menjadi bonus cuci mata yang menakjubkan.
Meski begitu, Jihan menatap kedepan dengan raut mata tidak bersahabat. Ditangannya terdapat gelas isi susu stroberi yang telah tandas setengahnya. Jihan kelu duduk di balkon kamar.
Terdengar jelas di telinga soal soraian-soraian selamat tahun baru yang dilayangkan dari luar rumah, netra Jihan tak jarang menangkap kumpulan orang tengah berpesta dibawah meriahnya kembang api yang melayang.
Dalam suasana dimana ada banyak sekali orang yang sedang merayakan satu hal yang khusus sekaligus lazim, Jihan hanya dibuat termangu karena sama sekali tak bisa merasakan euforia yang datang saat malam pertama tahun baru.
"Emangnya kamu pantas bahagia?"
"Jihan, jangan berharap apapun sama dunia."
"Ambil pisau kecil yang ada di kamar mandi, sekarang waktu yang bagus buat mati."
Bisikan-bisikan itu kembali datang menyapa gendang telinga Jihan. Genggamannya di gelas susu tambah kuat, napas Jihan pelan-pelan memburu. Cemasnya mampir, secara konsisten menggerogoti akal sehat hingga Jihan memejamkan mata.
Tak selesai dengan kalimat yang merasuk ke dalam stigma, bisikan-bisikan tersebut beralih menjadi suara tawa yang sangat melengking. Telinga Jihan berdenging, anak itu spontan menutup sebelah telinganya saat sebuah vokal berdebam di indra pendengarannya.
Jihan sering mengalami hal-hal sejenis ini saat dia sendirian. Tapi rasanya, Jihan tidak pernah seterganggu sekarang saat kalimat-kalimat berpengaruh tersebut tambah banyak menggema di telinganya. Dada Jihan mendadak sesak, organ pernapasannya seakan ditimpa batu besar sampai anak itu kesulitan meraup zat asam.
"Untuk apa kamu hidup kalau kamu enggak pernah bahagia."
"Ayo ke kamar mandi, lakukan seperti sebelum-sebelumnya."
"Jihan... enggak ada yang peduli sama kamu disini."
Bunyi benda porselen jatuh terdengar bersamaan dengan susu stroberi Jihan yang tumpah. Anak itu menunduk, memukul kencang kepalanya berkali-kali sambil merapalkan kata-kata tak terurai yang sulit dicerna. Suara-suara misterius berikut semakin intens menjajal telinga, Jihan bergidik ketakutan.
Ada kalanya, dimana Jihan berubah menjadi manusia bodoh yang terjebak di tengah samudra sendirian. Di bahtera bobrok yang sama sekali tak menyisakan makanan layak, dan perut Jihan sudah mengeluarkan tekanan paling kuat agar empunya peka dan bergegas isi perut.
Jihan beringsar masuk ke dalam kamar tanpa memerhatikan sekitar. Masih dengan kedua tangan yang terletak di kepala, anak itu sama sekali tidak peduli kala telapak kakinya mencumbu pecahan gelas yang tajam. Titik fokus Jihan hanya tertuju pada suara-suara berikut yang menuntutnya pergi ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...