Dan hati yang hancur terkadang mengobati diri sendiri dengan asal-asalan.
—Anonymous⚠️ physical abuse ⚠️
◀❇❇✳❇❇▶
Jihan benci Ayah.
Jihan benci dirinya sendiri.
Jihan benci dengan takdir.
Ada masanya dimana Jihan merasa jika dirinya adalah manusia paling tidak beruntung di dunia. Jihan lahir karena kecelakaan, Jihan nyaris tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Ayah, Jihan sering mendapatkan kekerasan verbal dan fisik, Jihan pernah hampir terbunuh karena Ayah biologisnya sendiri.
Semuanya berhubungan dengan Ayah.
Ayah yang sangat berbeda dari ayah pada umumnya. Yang kerjanya memberi sumpah agar Jihan lekas mati, yang menuntut Jihan untuk bisa di segala aspek, yang tidak segan melakukan kekerasan pada anaknya sendiri jika Jihan melakukan kesalahan kecil.
Sebenarnya, apa salah Jihan hingga ia diperlakukan seperti itu?
Jihan sendiri tidak punya bukti yang kuat makanya Ayah pantas melakukan semua perbuatan kejamnya pada Jihan. Entah karena dirinya yang membuat keluarga kecil Ayah hancur berantakan atau karena eksistensinya yang memang membawa mala petaka.
Jika orang-orang berpikir kalau Jihan adalah manusia kuat, semua prespektif itu salah besar. Sejak dulu, Jihan terbiasa mengenakan kostumnya, hingga ia pun enggan melepas kelancungannya walau sedang sendirian.
Kostum yang sewaktu-waktu bisa terlihat menyenangkan sekaligus menyeramkan jika diamati lebih dari satu sudut pandang.
Jihan nyaman dalam posisi itu. Jihan nyaman bisa tertawa keras-keras tanpa mengisahkan masalah rumah yang selalu menghantuinya, sebab yang Jihan butuh adalah ketenangan jiwa dan pikiran. Lewat berbagai macam kostum yang ia kenakan, Jihan bisa menyalurkan impian sederhananya tersebut. Bukan untuk mereka yang mengenal Jihan, melainkan untuk dirinya sendiri.
Terlebih lagi... Siapa juga manusia yang masih waras diperlakukan tidak layak oleh ayahnya sendiri?
Malam ini, di tempat yang sama, di waktu yang sama. Anak itu jatuh tersungkur dengan jejak air mata yang sudah mengering. Ayah berdiri tak jauh dari tubuh Jihan sambil memegang sabuk kulit, berdiri dengan napas tidak stabil.
Jihan tidak menangis lagi. Pilunya sudah tidak bisa ditumpahkan dengan air mata saking sakitnya. Bukan soal seberapa perih luka-luka yang ada di badan, melainkan soal dirinya yang tak bisa terlihat kuat di depan Ayah.
Jihan lemah, tapi enggan terlihat lemah di depan Ayah. Jihan tidak sempurna, tapi tidak mau terlihat biasa di mata Ayah. Pria paruh baya itu ibarat musuh yang harus disiagakan barangkali menyerang sewaktu-waktu, Jihan hanya mampu mengerahkan kekuatannya di awal perseteruan kemudian tumbang di tangan lawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...