19. Dialog Asmara Remaja

287 27 2
                                    

Ada hati yang termanis dan penuh cinta
Tentu saja kan kubalas seisi jiwa
Tiada lagi
Tiada lagi yang ganggu kita
Ini kesungguhan
Sungguh aku sayang kamu
—Kahitna

◀❇❇✳❇❇▶

Daniel Naresh Susanto merupakan serangkaian nama yang sering membuat Chandra meringis akan tingkahnya. Pria itu menjabat sebagai ketua kelas 12 Mipa 3, kelas Chandra sendiri. Perawakannya mungil dan pendek, tetapi jiwa panglimanya bagai seekor singa yang jadi raja hutan.

Kalau kata anak kelas, Daniel itu wujud nyata dari kecil-kecil cabe rawit karena ketegasannya dalam memimpin, hampir semua guru mengenalnya karena dianggap membantu dalam memberantas murid bandel di kelas. Bukti nyatanya bisa dilihat pada Chandra dan Jihan yang memegang sapu dan pengki beberapa jam yang lalu.

"Lagian iseng banget anjrit, udah tau lawan lo Pak Asu."

Chandra spontan menengok, "Asu?"

"Iya. Aruni Sudarto."

Penjelasan singkatnya, Chandra baru saja membalur minyak kayu putih yang hampir habis ke seluruh badan spidol dan penghapus yang dipakai Pak Aruni waktu mengajar. Seperti generasi baby boomers pada umumnya, pria itu lebih nyaman menggunakan papan tulis manual alih-alih papan tulis interaktif yang digunakan banyak guru. Makanya waktu Pak Aruni mengusap hidung dan mengucek matanya yang kering akibat terlalu lama menatap layar laptop, panas sekaligus perih langsung menjalar ke area wajah.

Daniel sebagai ketua kelas mewakili permintaan maafnya kepada Pak Aruni dan Pak Aruni memintanya untuk memberi hukuman pada Chandra yang keterlaluan.

"Hukum! Apapun itu hukumannya terserah kamu."

"Tapi bapak gurunya."

"Justru itu, patuh sama apa yang saya bilang."

Daniel meminta Chandra agar ia menyapu kelas tiga kali lipat lebih bersih dari sebelumnya. Chandra sama sekali tidak masalah dengan hukuman yang si ketua berikan kepadanya. Yang jadi masalah itu, anak-anak kelas yang bolak-balik keluar masuk kelas sekadar usil.

Teman-temannya yang usil, tapi tetap saja kesalnya merembet ke Daniel yang jadi dimaki-maki.

Itu beberapa jam yang lalu. Saat jam istirahat pertama Chandra dan Jihan terpaksa disita karena harus menyelesaikan sanksi tegas yang dianugerahkan.

Sekarang sudah jam istirahat kedua, begitu selesai ibadah bersama Arjuna di masjid, puan itu langsung beringsut ke kantin utama sekolah di lantai dasar. Menu-menu di kantin yang ini jauh lebih enak dan mengenyangkan kendati harganya ramah di kantung, didominasi oleh makanan khas dalam negeri rasanya ada di kelas dewa.

Chandra memangku wajahnya ke atas meja sambil senyum-senyum sendiri. Tak lebih sepuluh meter, ada Prima dan gerombolannya tengah bercengkrama di meja depan.

Gadis itu sungguh jelita. Rambutnya lurus kecoklatan sebatas bahu, senyumnya pun manis membikin candu. Masih bertahan pada prinsip sebelumnya, Prima selalu menjadi wanita terindah dalam hidup Chandra yang sudah indah—alias, indahnya Prima itu melampaui batas.

"Sebenernya kalo gue liat-liat nih ya, Prima itu perempuan spek tinggi, bro!" Nathan menunjuk Prima menggunakan sendok.

"Dia pinter, calon siswa eligible, sopan santun, terus juga cantik."

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang