03. Tahap Awal

622 55 60
                                    

Jihan jadi murid yang paling dungu saat satu-persatu teman ekstrakulikulernya tampil sempurna di depan kelas. Ada yang bermain piano, biola, violin, flute, dan beragam alat musik orkestra lainnya. Sembilan puluh delapan persen diantara mereka bermain dengan sangat baik dan lancar tanpa kendala, berambisi untuk dipilih dalam ajang kontes musik orkestra se-DKI Jakarta.

Sudah dua minggu yang lalu Bu Anaya memberitahu bahwa sekolah akan mengikuti kontes tersebut. Beliau juga sudah meminta para anggota untuk latihan mandiri dan mengerahkan yang terbaik saat seleksi tahap awal, sebab pihak sekolah berharap banyak ke murid-murid seni musik seperti di kontes-kontes sebelumnya yang selalu menang.

Kini, giliran sahabat sejatinya Jihan—Allen— yang tampil di depan. Anak yang satu ini jarang sekali gagal menunjukan kemampuannya dalam bermain piano. Dari kecil hidupnya sudah dikelilingi oleh musisi-musisi hebat Indonesia.

"Menurut lo Allen kepilih gak?" tanya Reswara

Jihan yang ada di sebelahnya cuma manggut-manggut tak niat, dia lebih sibuk memikirkan nasibnya sendiri karena sama sekali belum menyiapkan apapun untuk seleksi ini.

Belakangan ini daya ingat Jihan seakan melemah, ia mudah lupa dengan hal-hal yang terjadi di sekitarannya. Padahal Jihan amuh tempuh kontesnya, lantas bagaimana bisa ingatannya tidak bekerja dengan baik sampai-sampai ia lupa. Jihan menyesal.

Reswara yang bersemayam tepat di sebelah Jihan cekikikan melihat pria itu buncah dan bersemangat dalam waktu yang bersamaan, "Jangan gugup, lo termasuk jagoan di kelas ini kalau soal piano dan alat musik orkestra."

"Guenya belum mikirin apa-apa, Res. Gue lupaaaa."

"Padahal dulu lo bilang ke gue mau ikut, kok bisa lupa?"

Jihan mendengus, "Mana gue tau. Kalau gue tau juga gue gak mungkin lupa."

Mendapati wajah percaya diri Allen terpampang jelas di durjanya, Jihan jadi rendah diri. Terlebih lagi saat Bu Anaya dan anggota lain memberikan tepuk tangan yang meriah waktu permainan piano Allen usai. Gadis di sebelahnya ikut bertepuk tangan, memuji keahlian Allen yang tergolong bagus.

"Jihan abis ini elo," ucap Reswara

"Halah, gak usah nakutin, gak mempan."

"Jihan Amerta."

Jihan spontan duduk tegak dengan wajah terkejutnya, "Reswara kampret."

Gadis berambut panjang itu tergelak hebat. Jihan lebih dulu menyumpal mulut Reswara yang terbuka lebar dengan jari telunjuknya baru pergi ke depan kelas. Reswara auto mingkem, kontak menatap pria yang ada di depan kelas itu sengit hingga Jihan terkekeh kecil.

Saat Jihan sudah duduk di depan piano, Bu Anaya melempar senyum tipisnya kearah Jihan, "Mau lagu apa, Han?"

Tentu saja yang ditanya kebingungan, dia sendiri tidak tahu ingin menunjukan permainan lagu apa. Tapi saat Reswara yang jarak duduknya tidak jauh dengan Jihan menggerakan mulutnya tanpa suara, otak mungil Jihan mulai menerbitkan ide yang cukup bagus.

Reswara bilang, "David Bowie, Ji!" Sebab lagu-lagu komponis itu bisa diandalkan untuk mereka yang ingin terlihat jago bermain piano. Mengetahui kalau kawannya ingin berpartisipasi dalam kontes, Reswara mau mengarahkan Jihan ke jalan pulang sebagai kompas.

Jihan mengambil napas panjang dan mulai menarikan jari-jarinya diatas tuts. Satu kelas hening mendengarkan jagoan kembali menunjukan kehebatannya untuk kesekian kali. Allen yang duduk di pinggir jendela sudah cengar-cengir kesenangan melihat Jihan bisa mementaskan kemampuannya tanpa masalah.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang