Satu jam setelah penampilan Jihan dan Reswara selesai, semua kontestan lomba berhasil menunjukkan kemampuannya di depan juri dan audensi. Teka-teki antar peserta perihal siapa yang menang mengudara sejak bermenit-menit yang lalu, nama Binar Raya pun tak pernah luput dari mulut mereka.
Para peserta kontes diperkenankan duduk bersama penonton di barisan paling depan. Sementara pembawa acara tengah berbasa-basi sedikit mengulur waktu, beberapa peserta ada yang memanfaatkan waktu untuk mengobrol di luar topik kontes.
Seperti apa yang Nada bilang dua jam yang lalu di parkiran tadi, ia sudah memiliki misi baru selama kontes orkestra berjalan. Memikat salah satu anak Binar Raya—atau lebih tepatnya, si pengemudi mobil Audi yang memesona—sungguhan Nada lakukan secara halus. Meski ia sering syok saat mencoba berkenalan dengan si pengemudi Audi itu, Nada tetap enggan menyerah sampai dapat nomor teleponnya.
Tapi bagaimana jadinya kalau orang yang ia incar ternyata sablengnya minta ampun?
"Kosong delapan satu delapan, sisanya kapan-kapan."
Nada bingung dengan jawaban Jihan. Baru pertama kali ia dihadapkan dengan manusia se-absurd ini selama hidup. Yang mana ketika ia diajak bersalaman, Jihan malah mengajukan dua jari berbentuk gunting seperti bersuten. Dan saat dimintai nomor telepon, Nada hanya diberi empat kode operator yang digunakan Jihan.
"Agen pulsa aja butuh sebelas atau dua belas digit buat isi pulsa ke nomor lo, kenapa gue dikasih empat angka doang?" balas Nada sambil tersenyum tipis.
"Kalo instagram ada?" tanya Nada lagi. Masih belum jera walau sudah tiga kali dibuat heran dengan pria yang ia dambakan di parkiran siang tadi.
"Gue admin instagram kelas, mau?"
"Gue butuhnya instagram lo, Jihan."
"Tapi instagram gue di-private."
"Nanti gue follow."
"Bio instagram gue 'a little bit selective'."
"Little bit kan? Bukan very very selective?"
Jihan manggut-manggut sambil mengusap dagu. Ia melirik ke arah Allen sejenak lalu kembali mendongak ke tempat Nada yang di atas. "Sorry, ada hati yang harus dijaga."
Nada seketika mengerjapkan mata. "Oh? Udah punya pacar?"
"Belum."
Ya Allah....
Nada spontan membatin. Demi Tuhan, ia sama sekali tidak mengerti apa yang ada di di kepala Jihan. Senang sekali menarik ulur pertanyaan dan memperlambat waktu.
Allen tertawa kecil dan menaruh tangannya di pundak Jihan, "Capek ya, Nad?"
"Enggak, gue juga segila Jihan kok." Nada tersenyum paksa. Gadis itu anggap, kegilaan Jihan sekarang adalah cerminan dari 'a little bit selective' bio instagramnya.
Jihan sekonyong-konyong terkekeh mendengar itu. "Maaf, bercanda. Tapi soal ada hati yang harus dijaga itu, gue serius. Kalo mau temenan gapapa, instagram gue @ysujierta."
Senyum bahagia Nada langsung timbul begitu saja setelah Jihan menuturkan id akun instagramnya. Wanita itu menegakkan tubuh dengan netra yang masih menatap Jihan, "Wow, gue seneng bisa temenan sama lo. Jangan lupa jadiin gue sebagai followers lo, Jihan."
"Iya, nanti gue terima." Jihan mengangguk ringan lalu memutar tubuhnya ke arah depan lagi.
Entahlah nanti permintaan mengikuti akun Nada akan Jihan terima atau tidak, aplikasi sosial media Jihan sudah lama punah dari ponsel. Dan lagi, ia harus menjaga hatinya sendiri agar tidak oleng dari Abel. Jihan harus menjadi orang yang setia pada satu gadis saja, dan Abel sudah terlewat cukup untuk membawa keberuntungan terhadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...