When someone sighs
How can I understand
Such deep breaths your sigh
Even though I won't be able to understand its depth, that's okay
I will embrace you
—Lee Hi◀❇❇✳❇❇▶
Saat usia lima tahun, Jihan mengalami banyak sekali peristiwa-peristiwa yang sangat berkesan bagi hidupnya hingga masa sekarang. Bukan kesan baik yang layak diingat intens, melainkan kesan buruk yang membuat Jihan jadi bernanah lantaran tak kunjung diobati. Seakan masih ada sebuah anak panah yang menancap di ulu hati.
Di umur lima tahun, sehari setelah Jihan masuk ke pendidikan taman kanak-kanak, Jihan diseret Ayah ke kamar mandi sambil meronta-ronta. Anak itu sungguh ketakutan, tapi dia sama sekali tak berdaya melawan tubuh besar ayahnya.
"Udah tau kamu itu siapa, Jihan? Kamu itu aib!"
Jihan ingat bukan alang kepalang, dia bahkan tidak bisa melupakan bagaimana rasanya kesulitan bernapas karena kepalanya terus ditekan masuk ke dalam bak mandi. Jihan ingat teriakan-teriakan Mama yang sudah terkapar di lantai, Jihan masih sadar dengan keberadaan Krisan yang hanya diam menyaksikan dirinya dianiaya Ayah. Pria itu bahkan terang-terangan bicara, bahwa ia ingin membunuh Jihan detik itu juga.
Kala itu, Jihan masih lugu. Jihan tidak paham apapun, baru pertama kali mendapat serangan hebat hingga ia sendiri krisis kesadaran. Yang Jihan kecil asumsikan saat usia lima tahun, Ayah membencinya. Jihan berpikir kalau ia dibenci Ayah karena menghirup udara dunia. Oleh karena itu, Jihan pantas untuk mati dibunuh Ayah.
Siang menjadi angan-angan, malam menjadi buah mimpi.
Laksana sebuah rekaman kuno yang masih dirawat baik, bayang-bayang tersebut tidak pernah ia taksir sampai menjadi jamak. Tidak terkikis oleh deru ombak yang terus menghujam pasir pantai, tak lekang dilepas waktu yang terus berjalan. Jihan hafal semuanya.
Hingga suatu hari salah seorang temannya pernah bertanya kepadanya, "kamu mau lupa ingatan gak?" Dengan tegas Jihan menjawab tidak.
"Kenapa? Kan kebanyakan orang bilang mau lupa ingatan."
"Karena aku mau balas dendam. Kalo aku lupa, dia bakal aku maafin gampang banget. Walau aku sendiri gak tau dia merasa bersalah apa enggak."
Rasanya sakit, tapi akan lebih sakit lagi jika ia tidak ingat dengan semua perbuatan Ayah kepadanya. Tapi lama-kelamaan juga, keinginan Jihan untuk tidak lupa ingatan kian menguat sebab menurutnya, itu adalah salah satu pernyataan paling egois bagi sesama manusia.
Jika Jihan lupa ingatan, Jihan akan membuat Mama menangis, membuat orang yang menyayanginya harus bekerja keras agar atmosfer bisa balik ke sedia kala. Untuk orang yang Jihan sakiti, mereka akan semakin berjejak di ambang tebing sebab Jihan telah melupakan semuanya. Ia menjadi bangsat tak tahu disukarnya, dan itu sangat menyakitkan.
Jihan menaruh stylus pen di samping komputer tabletnya kemudian merenggangkan tubuh. Lampu meja belajar masih menyala, netra anak itu memandang ke arah meja dengan wajah tanpa ekspresi. Buku, ponsel, kamus grammar, serta tablet yang lebih sering ia gunakan untuk menggambar alih-alih belajar.
Dimasukkan ke kelas bilingual kadang menyulitkan walaupun menguntungkan. Jihan mau tak mau terus belajar bahasa Inggris agar bisa mengerti sewaktu-waktu guru menerangkan materi dengan bahasa internasional.
Oleh karena itu, Mama memberi fasilitas belajar lainnya dengan uang pribadi Mama. Wanita itu mengupayakan banyak sekali hal agar Jihan bisa nyaman dan tentram saat belajar. Jihan tidak pintar menggambar, tidak pintar juga mengulas materi. Namun ia tidak pernah menghendaki tangannya untuk menggambar sesuatu yang sulit, segalanya terjadi secara otodidak dan sebagai metode penyembuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...