22. Yang Sendiri itu Stigma

269 27 6
                                    

Tak apa terjatuh
Bangkitlah dan tersenyumlah
Kita terus maju
Yakini diriku yakini dirimu
Semesta kan bantu
Merakit mimpiku merakit mimpimu
Melesatlah seperti peluru
—Yura Yunita

◀❇❇✳❇❇▶

Unread message from Jihan

Jangan marah atau ngambek, gue cuma anter Nada pulang ke rumah karena dia gak punya tumpangan

Nada itu murid baru tahun ini di kelas gue

Dia pulang naik TJ. Walau rame sama orang pulang kerja, tetep aja waktunya udah maghrib

-

Abel membaca sekilas pesan yang Jihan kirim melalui notifikasi yang muncul di layar kunci ponsel. Pesan itu dikirim lima belas menit yang lalu, sekitar pukul enam lewat tiga puluh. Abel melepas sepatu dan kaus kakinya sebelum masuk ke dalam rumah.

Sebenarnya, tidak ada yang peduli juga Jihan pulang dengan siapa hari ini. Pria itu tak perlu menjelaskan apapun kepada Abel yang justru sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan program kerja terakhir kabinetnya sebelum lengser. Handaru dan Ojan yang paling berusaha keras untuk menghasilkan buah terbaik sebagai kenang-kenangan angkatan sebelum lulus. Dan sebagai anggota inti OSIS, Abel turut membantu mewujudkan keinginan ketuanya.

"Adek pulang malem lagi?" Suara Bunda langsung terdengar begitu Abel memperlihatkan eksistensinya ke ruang tengah.

"Iya," jawab Abel. Gadis itu mendekati sang ibu lalu menyalami tangan ibunya. "OSIS mau siapin pensi."

"Kapan kamu berhenti ikut yang begituan?" tanya Bunda. Kalau boleh jujur, ia tidak lagi merestui kesibukan Abel berorganisasi karena fokus belajarnya jadi terbagi.

Abel pernah mengaku ke depan Yanda dan Bunda, jika gadis itu akan memilih jurusan ilmu hukum di Universitas Gadjah Mada. Hampir semua puan Indonesia mengetahui citra perguruan tinggi tersebut dan memuji para maba yang berhasil masuk ke dalamnya. Saking sulitnya dijangkau, saking kerennya di mata masyarakat.

"Sekitar bulan Oktober atau November nanti, sebentar lagi kok."

"Abis ini gak usah ikut gituan lagi ya? Istirahat dulu, kamu punya hal lain yang harus lebih diseriusin."

Abel mengangguk. Lantaran Bunda sedang menonton tv favoritnya sambil menyemil kacang, gadis itu tak punya niat untuk menemani dan memilih bersih-bersih badan.

Ponsel yang daritadi Abel tenteng ditaruh di atas meja. Gadis itu melepas almamater, dasi, dan kemejanya menyisakan kaus putih tipis dan rok sekolah se-bawah lutut. Baju kotornya dimasukkan ke dalam keranjang cucian, rambut Abel yang tadi dikepang langsung diurai agar mampu bernapas.

Ponsel Abel kembali bergetar. Mengintip sebentar, gadis itu langsung tersenyum kecut saat kembali melihat notifikasi terbaru dari Jihan. Cowok tidak jelas, tumben sekali mengirim pesan panjang dan tak berfaedah soal dirinya dan Nada.

Abel membalikkan layar ponsel tersebut menghadap bawah sebelum akhirnya berjalan ke arah kamar mandi. Suara anjing yang menyalak terdengar, menandakan Edwin sudah pulang ke rumah usai membawa Aiko ke salon. Alat bantu dengar dilepas hingga bunyi berisik tersebut terdengar sangat kecil di telinga Abel.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang