Jihan tahu kalau masa remaja adalah masa yang sulit. Bukan hanya tentang peralihan dari anak-anak menuju sesuatu yang lebih dewasa, namun perihal segala sesuatu yang akhirnya datang dan memicu penasaran. Remaja tidak tahu seperti apa dunia yang sebenarnya, kendati mereka sudah paham menerawang. Kalau apes, terancam gagal jadi dewasa yang baik. Kalau berhati-hati, bisa dipandang berbeda dari remaja lain.
Pertama kali Jihan mencicipi rokok itu saat umur empat belas tahun. Di saat itu, Jihan sangat sadar kalau usianya masih terlalu dini untuk menyesap benda bernikotin tersebut. Jihan sadar kalau rokok adalah sesuatu yang sifatnya adiktif, dan rasa adiktif itu berhasil merasuk tubuhnya hampir empat tahun.
Pertama kali Jihan ditawari temannya menonton konten dewasa, Jihan ragu-ragu meski penasaran. Hingga pria itu pada akhirnya tak mau menolak- dan ujung-ujungnya pergi lebih dulu lantaran teringat tentang Mama di rumah.
Ada banyak sekali hal yang baru saja Jihan ketahui saat ia mengenakan seragam putih-biru. Bocah Jihan berpikir kalau dunia itu harus suci dan manusia wajib teratur, tapi Jihan putih-biru justru goyah dan ingin merasakan sensasi baru seperti orang dewasa. Merokok, mencicip alkohol, menjalin hubungan asmara, dan pergi berlibur ke tempat terjauh tanpa mengkhawatirkan apa-apa. Jihan putih-biru merasa bahwa dirinya mandiri, tak perlu diawasi dan sudah bisa jaga diri.
Jihan ingat saat ia baru naik kelas dua SMP, anak itu berani bicara ke Mama dengan sangat percaya diri. "Tahun depan, Mama harus kasih aku apartemen buat hadiah wisuda!"
"Iya, nanti, kalo Mama punya uang."
"Temen aku banyak yang dikasih aset pribadi sama orang tuanya. Rumah, mobil, kartu debit-walau nggak dipegang sendiri. Mereka udah bisa ditinggal sendiri dan bergaya sesuai yang mereka mau. Orang tuanya cukup liat dari jauh aja, malah ada yang bebasin anaknya buat lakuin apapun. Tapi kalo sama Mama dan Ayah, aku nggak pernah jadi mereka. Padahal aku udah mandiri loh, Ma."
Mama menjelaskan bahwa apa yang teman SMP Jihan alami adalah sebuah kebebasan yang salah. Anak itu hanya menilai kenikmatan seseorang lewat kondisi eksternalnya saja tanpa melirik kondisi internal. Mama juga memberitahu kalau hidup sendirian itu bukan sesuatu yang mudah, Mama mendikte tentang pengeluaran, masalah kebersihan, kedisiplinan, kemampuan dasar dan etika hidup sendiri, dan lain-lain. Pokoknya, Mama tidak merestui keinginan Jihan untuk dibelikan apartemen dan memberi opsi kartu debit yang beda nilai harganya.
Jihan putih-biru kecewa. Saat ia berkumpul dengan anak-anak lainnya, pria itu tak ikut bercengkrama akibat larut dalam lamunannya sendiri. Ia bertanya-tanya dalam lamunannya sendiri, kapan kebebasan bisa ia raih layaknya arti dari nama Yasodana-bebas.
Kalau sekarang?
Kalau sekarang, Jihan mau tenggelam saja setiap teringat masa lalunya yang sok keren. Minta apartemen, minta kartu debit. Memangnya siapa anak umur tiga belas yang berani ambil resiko pegang kartu keramat sembari menenteng Samsung seri Galaxy? Jihan doang.
Meski kebebasan tersebut belum juga ia raih hingga sekarang lantaran Jihan semakin tersiksa dengan kehidupannya di bumi. Dulu memaksa hidup sendiri layaknya orang dewasa, tapi sekarang, Jihan sudah menolak mentah-mentah. Di umurnya yang masih tujuh belas tahun saja ia digampar banyak kenyataan, apalagi di masa depan.
Name : Seth Yves Julien
Place, Date of Birth : Edinburgh, February 5th 2001
Gender : male
Nationality : Schoct
Profession :
Educational background :
• University of Edinburgh - bachelor of Architecture MA
• University of California - Master of Architecture and Urban Design
Criminal records :
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...