Baru dua hari lalu Abel mendapatkan panggilan tak terduga dari oknum yang sedang diperbincangkan teman-temannya, Abel cukup merasa bahwa dirinya ikutan tertekan karena menampung semua harapan dari anggota Berdarah.
Abel bersumpah, Jihan cukup menyebalkan karena hanya menghubunginya tapi tidak dengan yang lain. Sehabis pulang ibadah, Abel diculik Reswara pukul tiga sore dan diinterogasi sejam lebih. Membicarakan apa? Membicarakan apa saja yang sudah ia obrolkan dengan Jihan di malam sebelumnya.
Itu privasi!
Walau tidak ada obrolan aneh atau ambigu, tetap saja Abel tidak menyukai bagaimana Nathan dan Allen tidak memercayai apa yang ia katakan. Kemudian entah Tuhan sedang mengujinya atau bagaimana, ibunya Jihan— Tante Liona sekonyong-konyong menelepon Arjuna dan membicarakan topik yang sama juga; Jihan yang melakukan panggilan dengan Abel.
Abel tahu ini berita besar, tapi Abel tidak tahu kalau ia akan berakhir datang ke rumah sakit dengan berbungkus-bungkus titipan tanda tanya dari teman-temannya.
"Jihan sehat nggak?"
"Jihan baik-baik aja kan?"
"Jihan udah ganti dokter?"
"Jihan udah tau siapa pelakunya?"
"Jihan harus sembuh! Lo harus bikin dia jadi lebih baik!"
"Ajak Jihan main dong! Biar dia nggak bosen."
Masih ada banyak sekali titipan lainnya yang kalau Abel sanggah, mereka akan menatapnya nyinyir sambil menyela, "katanya temen?!"
Semua orang bergerak dengan tangkas, semua insan mengharapkan apa yang mereka nantikan berangsur baik dan berbuah matang. Ribuan asa menanti di langit lalu bermain-main bersama bintang, bisa jatuh dan bisa juga tidak. Sekalipun jatuh, ia akan menjadi sebuah fenomena yang diabadikan oleh badan-badan angkasa.
Singkatnya, Abel adalah bintang yang harus bermain di langitnya Jihan, untuk saat ini. Asa-asa yang menari bersamanya adalah harapan orang-orang untuk kebaikan Jihan, sementara gelapnya langit adalah sesuatu yang harus ia kilaukan agar tidak selalu menyeramkan. Suatu saat nanti, purnama akan mencari posisi terbaiknya demi unggul.
"Tante minta tolong ya, Abel. Tante pingin Jihan segera keluar tanpa ada perawatan tambahan, Jihan lebih terbuka sama teman-temannya jadi Tante butuh kalian."
Di selasar rumah sakit ini lah ia bisa menemukan Jihan duduk bersama wanita paruh baya, dan entah bagaimana hati Abel terenyuh melihatnya. Dia menjadi lebih kurus. Lalu saat Abel memberi kabar bahwa Abel ada di taman rumah sakit, segenap jiwanya tergugah atas reaksi Jihan yang tetap saja alay.
Catat baik-baik, Arabella Benazir Wanetta, pria itu tetap lah menjadi bocah konyol yang membuat rekannya khawatir berlebihan. Lamun, markahi dengan tebal pada bagian; ia pintar menyembunyikan segalanya dengan kebodohan.
Abel tidak boleh terlena atas kepalsuannya.
Sang wanodya melirik ke arah wanita paruh baya yang berjalan mendahului Jihan, kemudian memerinci tanda pengenal yang ada di jantung snelinya.
Dr. Liu Fransisca Sp. KJ
Indranya bersibobrok dengan obsidian si dokter yang sekadar memasang tampang ramah kepadanya. Abel menyelidiki penampilan Liu Fransisca dari atas sampai bawah kemudian kembali menatap mata dokter itu. Hingga dokter itu melewati bahunya dan tak lagi ada dalam pandangan, baru Abel menaruh atensi pada adam yang menghampirinya.
"Itu dokter lo?" tanya Abel.
"Iya," balas Jihan sekenanya seraya ikut melihat sekilas punggung Liu Fransisca yang menjauh. Ia kembali menatap Abel kemudian tersenyum tipis. "Kita ke kamar gue aja, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...