Sungguh kau buatku bertanya-tanya
Dengan teka-teki teka-tekimu
Mungkinkah ku temukan jawaban
Teka-teki teka-tekimu
—Raisa◀❇❇✳❇❇▶
Datangnya utusan Ayah untuk mengawasi kegiatan sehari-harinya tentu saja membuat Jihan merasa di posisi terancam. Kehadiran Sarah dalam hidupnya bukan tidak mungkin akan membawanya menuju galian petaka besar.
Sejak pulang sekolah tadi, gadis itu tidak banyak berbicara meski Jihan memerintahnya pergi ke sana kemari sebelum pulang ke rumah. Mulai dari pusat perbelanjaan elektronik, toko buku besar di sebuah mall, hingga toko pastri yang sengaja Jihan datangi sebelum kembali ke kediaman.
Jihan telah berencana untuk mengecek seberapa besar loyalitas Sarah kepada bos besarnya, dengan upaya membuat Sarah super duper kerepotan. Tangan wanita muda itu tak berhenti dibuat menganggur oleh Jihan, dia tidak banyak mengeluh dan tetap bekerja sesuai yang diperintahkan.
Alias, presentase Sarah sebagai anak buah Ayah nyaris menyentuh delapan puluh persen.
Malam ini, Jihan sengaja mendaratkan bokongnya di ruangan CCTV atap rumah. Bola matanya aktif pergi ke kanan dan kiri seiring dengan layar komputer yang berganti.
Satpam yang bertugas mengawasi area terpantau membiarkannya mengutak-atik barang selagi roti yang Jihan kasih masih bisa digenggam tangan. Pria tua itu hanya mengawasi dari belakang tanpa suara.
"Nyari bagian mana, sih, den?" tanya satpam tersebut bingung. Lima belas menit Jihan keliling di laman yang sama, tapi ia tak kunjung menemukan hilal.
"Rekaman tanggal 26 Oktober nggak ada, pak?" balas Jihan balik bertanya.
Pria berkumis itu mendecak kecil. "Kan kamu yang hapus sendiri beberapa hari yang lalu!"
Jihan seketika menengok. "Serius?!"
"Loh?"
"Hah?"
"Apa?" Pekerja keamanan itu semakin kebingungan. Ini dirinya yang lupa ingatan atau anak sang tuan yang lupa ingatan? Rasanya baru semalam sosok yang sama menemuinya untuk menghapus beberapa rekaman CCTV secara permanen.
"Kemarin malem saya dateng ke sini buat hapus rekaman CCTV?" Jihan memastikan sekali lagi.
Satpam itu mengangguk. "Semalem kamu dateng ngasih saya rokok, katanya disuruh Tuan hapus beberapa rekaman sebelum jam dua belas siang."
Perhatian Jihan yang tadinya tertuju penuh ke arah petugas pelan-pelan turun mengamati roti yang digenggam satpam tersebut. Sekalian ingat-ingat, Jihan berpikir kapan terakhir kali ia pergi ke toko kelontong demi sebungkus rokok Sampoerna Kretek.
"Aduh, Den. Masih muda udah pikunan, saya inget jelas kok." Satpam itu mengeluarkan suara lagi. Ia menaruh rotinya di atas meja tanpa dialasi lalu berkacak pinggang di depan Jihan. "Tebak, nama saya siapa?"
"Rohman."
"Nah, itu inget! Masa yang dilakuin malem terakhir nggak inget?"
Jihan cuma garuk-garuk kepalanya canggung. "Ya namanya juga lupa, Ayah masih ingetin saya mulu buat bersihin CCTV."
Petugas keamanan itu mengesah frustrasi. Ia menarik kenop pintu ruangan minimalis tersebut. "Ya udah atuh, buruan pergi dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...