Kita berjalan saja masih,
S'lalu berjalan
Meskipun kita tak kunjung tau ujung jalan ini
-Sisir Tanah◀❇❇✳❇❇▶
dr. Liu Fransisca, Sp.KJ
Ibu jari Nada mengusap pelan serangkaian nama dan gelar tersebut. Rumah sakit sudah tak ramai, jam menunjukkan pukul sembilan malam sehingga jam operasional poliklinik kesehatan jiwa sudah tutup sejak satu jam yang lalu.
Nada mengambil napas dalam seraya menurunkan tangannya ke kenop pintu. Ketika pintu dibuka, bisa ia temukan seorang wanita tertidur pulas di salah satu sofa ruangan luas tersebut. Sneli kebanggaannya sudah tanggal, menyisakan kulot dan kemeja yang sudah kusut.
Betapa beratnya hidup menjadi seorang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga demi menghidupi anak semata wayang yang manja, wanita yang berperan sebagai psikiater di rumah sakit swasta besar tersebut sering kali tertangkap basah sedang kelelahan.
Nada mendekati sang ibu kemudian meletakkan tas jinjingnya. Ia melepas sepatu dan kaus kaki ibunya untuk diganti dengan kaus kaki baru. Selanjutnya, Nada melepas kacamata yang tersangkut di hidung mancung Liu Fransisca.
Pergerakan Nada berikutnya berfokus pada meja kerja yang cukup berantakan. Beberapa kertas tergeletak asal, komputer masih menyala, terlebih bekas bungkus pop mie pun memojokkan diri di sudut meja.
"Nada."
Si nisa menoleh ke sumber suara, hanya untuk menemukan sang ibu sedang merenggangkan tubuhnya dengan muka mengantuk. "Mami makan mie lagi?"
Liu Fransisca mengangguk kecil, "Mami masih laper setelah makan malam, jadinya mami seduh pop mie."
Pasalnya, ini bukanlah kali pertama Nada menemukan mi instan tersebut terletak di atas meja. Maminya sudah terlalu sering mengonsumsi makanan-makanan tidak sehat, tidak di rumah dan tidak di kantor ia senantiasa makan makanan instan.
Nada lantas mengambil cup sekali pakai tersebut dan merapikan alat tulis dan kantor ke tempat yang seharusnya. Tersisa kertas-kertas dan sebuah jurnal yang berserakan saja, barang berikut mungkin akan ditempatkan di salah satu bagian rak yang tak pernah gadis itu sentuh.
"Nada udah bilang kan ke mami, kalau laper, telepon aja Nada! Biar Nada anter lauk ke sini."
Pergerakan Nada berhenti, ia memilih untuk membuat konversasi santai bersama maminya dengan kondisi tubuh yang saling berhadapan.
Si ibu menarik sudut bibir, "Iya, iya. Maafin Mami ya."
"How was your day, Nad?" Liu Fransisca menegakkan tubuhnya sembari memandang sang anak dari jauh. "Maaf ya karena seminggu ini, mami nggak bisa nemenin kamu. Mami lagi sibuk."
Gadis itu tersenyum culas, "Gapapa, Nada juga udah lama nggak nginep di rumah papi."
"Tadi Nada Zoom meeting sama temen-temen sekelas Nada buat diskusi buku tahunan sama lomba acara sekolah. Mereka nyebelin semua, Nada diminta kasih pendapat tapi pendapat Nada selalu nggak dianggap. Ujung-ujungnya Nada juga kan yang jadi perwakilan kelas buat lomba, Nada dianggap kalo mereka butuh aja." Ia mengimbuh lagi.
Liu Fransisca menarik sudut bibirnya untuk merespon cerita singkat sang anak, entah sudah kali keberapa gadis semata wayangnya itu menceritakan kisah menyebalkan yang ia dapatkan di sekolah. Cerita lazimnya anak pindahan yang masih kurang cocok kendati sudah menyesuaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochrome
Teen Fiction❝There is only one thing that makes a dream impossible to achieve: the fear of failure.❞ -Paulo Coelho Kata mereka, masa remaja adalah masa dimana puan mengalami proses panjang agar menjadi kesatuan yang lebih utuh lagi. Tapi bagi Jihan, masa remaja...