39th Moment - Caring

8.4K 981 76
                                    

Memasuki masa-masa pengerjaan skripsi, Liv semakin kesulitan mengatur waktu dengan baik. Dua puluh empat jam dalam sehari terasa sangat singkat. Tidak ada waktu bermain, menonton film, keliling mall, dan hal-hal relaxing lainnya. Waktunya habis untuk mengerjakan tugas-tugas dari matakuliah tersisa serta revisi proposal skripsi yang kian hari, kian memusingkan.

Intensitas pertemuannya dengan Refki pun berkurang. Tidak jarang dalam satu hari, mereka hanya sempat bertukar pesan beberapa menit sebelum Liv tenggelam dalam tumpukan tugas maupun revisi proposal skripsinya. Selama itu pula, Refki banyak mengerti. Terbekahilah dirinya. Ia tidak perlu menghabiskan tenaga untuk berdebat dengan Refki atas hal ini. Berpacaran dengan laki-laki dewasa agaknya lebih baik dibandingkan dengan laki-laki seumuran dirinya. Liv membuktikan hal itu melalui teman-temannya. Sepanjang hari mendebatkan waktu karena jarang bertemu, karena sulit berkirim pesan, karena tidak punya waktu bahkan hanya untuk sekedar video call lima menit.

Namun, Refki tetaplah kekasih yang punya segudang bentuk perhatian. Tidak pernah putus perhatiannya untuk Liv. Bahkan, semakin melimpah saja. Apabila Liv tidak pergi ke apartemennya, maka laki-laki itu akan mengirimi banyak makanan ke kosnya. Ketika jam makan siang berlangsung dan Liv berkutat dengan proposal skripsinya, Refki akan datang menghampiri dan menemani Liv makan di warung-warung terdekat. Tidak ada keluhan harus menyetir jauh-jauh di siang hari yang tidak jarang macet. Laki-laki itu melakukannya dengan senang hati. Sayangnya, hanya dilakukan sesekali karena Refki pun tidak kalah sibuk.

Akhir tahun selalu menjadi season yang hectic. Setidaknya, itu yang selalu Liv ingat dalam pekerjaan Refki.

Saat sama-sama punya waktu luang-meski tidak cukup banyak, mereka akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Seperti malam ini. Liv sudah memberi kabar pada Refki bahwa ia bisa datang ke apartemen laki-laki itu, sekalipun tetap harus memperbaiki proposal skripsinya yang akan diserahkan dua hari lagi pada dosen pembimbing. Refki ikut membawa pulang pekerjaannya. Hal yang sudah sangat jarang ia lakukan akhir-akhir ini.

Ketidakhadiran Liv di apartemennya membuat Refki lebih memilih lembur di kantor. Kesepian, katanya.

Saat Liv tiba di apartemen Refki, kekasihnya itu baru keluar dari kamar dengan wajah segar dan rambut agak basah. Senyumnya mengembang saat melihat Liv dan serta-merta, Liv membalas senyumnya.

Betapa ia sangat merindukan laki-laki ini. Laki-laki yang senyumnya terbayang-bayang dalam ingatan Liv setiap mereka tidak bisa bertemu secara langsung dan harus puas dengan memandangi fotonya di depan meja belajar. Jika beruntung, mereka akan melakukan video call tidak lebih dari sepuluh menit. Recharging, begitu Liv menyebutnya.

"Oh God, I miss you." Refki mendekapnya setelah Liv meletakkan ransel di atas sofa. Laki-laki itu menghujani kecupan pada puncak kepalanya.

Liv terkekeh. Dihirupnya dengan rakus aroma tubuh Refki yang beberapa hari terakhir, sangat ia rindukan. Dibalasnya pelukan Refki dengan lebih erat meski tubuhnya lemas.

"I miss you too," timpalnya seraya mendongak. Ia bisa melihat rahang Refki dari jarak paling dekat dan mengecupnya lembut. "I miss you so bad."

Refki menunduk dan menahan tengkuk Liv dengan tangannya yang dingin. Kebiasaannya saat Liv mendongak. Laki-laki itu tidak akan membiarkan Liv melakukannya lebih dari belasan detik.

Refleks Liv mendahului gerak tubuhnya. Ia bergidik tanpa bisa dicegah dan sama sekali tidak sempat menghindar. Sebab tangan Refki yang dingin menyentuh kulit telanjangnya. Menyusup di balik geraian rambutnya.

Kenyitan pada dahi Refki mulai terlihat. Laki-laki itu tidak memberi Liv kesempatan untuk berbicara. Refki menempelkan punggung tangan laki-laki itu pada dahi Liv, lalu turun ke lehernya.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang