38th Moment - Family (2)

11.7K 1.2K 223
                                    

"Udah lah, Mas. Masa tiap sore kamu marah-marah terus? Liv juga udah tenang, kok. Biarin mereka ngasih space buat masing-masing."

Liv memelankan langkahnya. Berusaha tidak menimbulkan suara. Hari sudah mulai gelap saat ia yang sejak pagi menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan, akhirnya memutuskan turun dari lantai dua. Ia hendak membantu Lita menyiapkan makan malam. Begitu mendengar suara kakaknya sedang berbicara dengan Welly, Liv urung bergabung. Sengaja memilih sofa paling dekat dengan rak buku milik Lita yang menyekat antara ruang keluarga dengan ruang makan agar bisa mendengar pembicaraan mereka.

Tidak ada celotehan Raga. Tampaknya si kecil itu benar-benar sudah dijemput oleh orang tua Welly dan diajak bermain—entah ke mana. Setelah keluar dari rumah sakit minggu lalu, Annisa maupun Radhian kian sering mengunjungi Raga. Memberi banyak perhatian. Sepupu-sepupu Welly pun kerap mengunjungi Raga dan membawakan banyak hadiah begitu ia keluar dari rumah sakit. Cucu pertama keluarga Aryatama itu dilimpahi banyak kasih sayang. Seharusnya Liv tahu dan tidak mengemis pada Refki supaya kekasihnya juga memperhatikan Raga kala itu. Dan berujung pada pertengkaran yang saat ini kian menciptakan jarak di antara mereka.

"Ini udah dua minggu, Sayang." Kini, suara Welly yang terdengar. "Dua minggu juga Refki bolak-balik ketemu aku. Ngomongin kerjaan, makan siang bareng. Tapi dia nggak nyinggung soal Liv sama sekali. Gimana caranya biar aku nggak kesel? Nggak ada sama sekali niat dia buat ngomong. Nanya kabar juga nggak. Rengga bolak-balik nyeletuk soal Liv, Refki tetep diem. Kita tau mereka berantem dari Liv. Kita bahkan nggak denger dari Refki. Sekarang aku ngerti gimana emosinya Mas Radit waktu aku ninggalin kamu dua bulan. Sekarang aku paham gimana tersinggungnya Mas Radit waktu itu."

Dada Liv terasa dipelintir. Sakitnya menyengat hingga sekujur tubuh. Namun, ia tidak punya keinginan untuk beranjak. Ia ingin mendengar seluruh tumpahan emosi Welly. Ia ingin mendengar hal ini dari sudut pandang orang lain.

"Dua-duanya salah, Mas. Jangan dititikberatkan ke Mas Refki aja. Terlepas dari Liv—dan aku— yang complicated, emosi Liv emang naik-turun nggak stabil. Imbasnya ke Mas Refki. Aku nggak membenarkan kelakuan Mas Refki. Aku juga ikut sakit waktu Liv bilang Mas Refki capek sama dia, tapi ... Liv juga kadang agak demanding."

"Wajar Liv demanding, Sayang," timpal Welly langsung. "Refki selalu minta supaya dia bisa jadi bagian dari hidup Liv. Ikut sibuk-sibuknya Liv. Ada waktu Liv butuh. Kalau dia emang bener-bener nggak bisa ada buat Liv waktu itu, penyampaian dia harusnya lebih kalem. Tapi apa? Dia malah nyiram api. Emosinya nggak karuan. Nggak pantes dia bersikap kayak gini."

Liv hendak beranjak, tetapi suara Welly menghentikannya. Intonasi Welly memang tidak menggebu-gebu, sebab ia sedang berbicara dengan Lita. Sayangnya Welly tidak menutupi kekesalan yang ia rasakan atas tindakan Refki pada Liv dua pekan terakhir. Atas kebungkaman Refki, terutama.

"Tadi pagi Liv minta izin aku buat ketemu Refki. Dia nggak berani bilang ke kamu karena takut kamu emosi lagi. Dia mau minta maaf ke Refki. Dia mau memperbaiki semuanya."

Mendengarnya, Liv kembali terlempar pada ingatan ketika ia memutuskan mencurahkan isi hatinya kepada Lita. Menceritakan dengan sangat detail pertengkaran yang terjadi antara dirinya dengan Refki. Liv tidak terbiasa menyembunyikan sesuatu dari Lita, tetapi untuk yang satu ini, ia butuh memikirkannya berkali-kali sendirian sampai kemudian membiarkan Lita tahu.

Untuk pertama kalinya, mereka beradu mulut dan menciptakan pertengkaran. Untuk pertama kalinya, Liv lepas kendali dan membiarkan emosinya menguasai. Lita mengomelinya habis-habisan kala itu. Memuntahkan seluruh hal yang dulu pernah menjadi kegusarannya. Mengingat kembali pertengkaran mereka, rasa sakit yang hebat menusuk-nusuk dadanya.

Emosinya sudah menyakiti Lita.

Meski tidak berlangsung lama, Liv merasa sangat buruk karena membiarkan mereka terlibat pertengkaran. Liv memeluk Lita setelah itu. Menangis di pundaknya dan menggumamkan kata maaf sebanyak yang ia mampu.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang