45th Moment - Gorgeous

6.9K 915 59
                                    

Adalah hari Sabtu yang selalu Liv sambut dengan antusias. Sebab di hari itu, Refki punya lebih banyak waktu untuknya. Jika pekan lalu Sabtunya dihabiskan dengan menikmati banyak camilan di rumah Lita karena Refki tetap harus ke kantor, maka tidak untuk pekan ini.

Dua hari lalu, laki-laki itu mendapat undangan pernikahan temannya. Lebih tepatnya, salah satu staf di divisinya. Liv dengan senang hati mengiakan begitu Refki menanyakan kesediaannya untuk menemani laki-laki itu datang ke acara resepsi. Tidak mungkin ia membiarkan Refki datang seorang diri. Meski Liv yakin teman-teman kantor Refki tahu bahwa manajer teknik itu sudah punya pasangan, Liv tetap ingin menjadi perempuan yang digandeng Refki dan lagi-lagi dikenalkan pada teman-teman kantornya dengan bangga.

Saat Liv keluar dari kamar mandi, ia mendapati Refki sudah rapi dengan kemeja batik dan celana kainnya. Laki-laki itu tengah menata rambutnya dengan pomade di depan meja rias. Lantas menyemprot parfum seperti orang kesetanan.

Liv ingin membagikan satu rahasia kekasihnya—yang kini tentu tidak lagi dapat dikatakan sebagai rahasia. Refki adalah satu dari banyak laki-laki yang suka menghabiskan parfum. Tidak peduli parfumnya bukan parfum dua puluh ribuan yang bisa didapatkan di supermarket. Begitu selesai menyemprot parfum banyak-banyak, ia mengancingkan lengan kemejanya. Setelah itu, barulah ia membuka laci dan memilih jam tangan.

Tidak ada yang spesial dari tiap-tiap gestur Refki. Namun, melihat laki-laki itu berdiri dengan santai di depan meja rias yang atas ide Liv berada di sana dan dipenuhi alat make upnya, Liv tidak bisa menampik bahwa ada keinginan untuk seterusnya melihat pemandangan ini. Lebih lagi, malam ini kekasihnya benar-benar tampan dan menggoda. Melebihi biasanya. Membuat Liv enggan mengalihkan pandangan.

Liv merasa belum cukup mengagumi figur Refki saat laki-laki itu menyadari keberadaannya yang terpaku di depan pintu kamar mandi. Dress batiknya belum terpasang sempurna. Liv sengaja. Tentu saja ia bisa menarik ritsletingnya hingga menutup sempurna, tetapi membiarkan Refki melakukannya adalah suatu hal yang terlalu menarik untuk dilewatkan.

"Hai, Sayang." Refki tersenyum. "Ngapain berdiri di sana?"

Karena sudah dipergoki, Liv tidak mau malu sendirian. Maka ia menjawab, "Lagi lihat cowok ganteng ngaca. Cakep banget pakai batik gitu."

Benar saja, telinganya perlahan memerah. Setelah memasang arlojinya pada pergelangan tangan kiri, Refki memutar tubuh untuk menghadap Liv. Laki-laki itu masih berdiri di tempatnya.

"Perlu bantuan?"

Liv mengangguk dan menghampiri Refki. Memunggungi laki-laki itu persis di depannya.

"Oh, wow ... sejak kapan kamu punya satu set yang warna merah gini, Sayang?"

Bukannya menarik ritsleting dressnya, Refki justru menunduk untuk mengecup tengkuknya. Menggesekkan hidung pada bahunya. Kemudian, mengusap punggungnya yang telanjang dengan lembut. Ah, tidak telanjang sepenuhnya. Laki-laki itu hanya bisa melihat bagian belakang bra warna merah marun yang ia gunakan serta mengintip celana dalamnya dengan warna serupa.

"Emang baru, Mas. Kemarin abis belanja sama Mbak Lita. Terus melipir ke tempat pakaian dalam dan waktu lihat ini dipajang di patung, aku langsung naksir." Liv meremang saat Refki memeluk pinggangnya dari belakang dan mengecupi ceruk lehernya. Dari cermin, Liv bisa melihat senyum Refki yang samar saat laki-laki itu menghujani kecupan pada sisi kanan lehernya.

"Kamu suka, nggak?" tanya Liv saat Refki tidak bersuara.

Refki hanya mengangguk. Sementara hidungnya sibuk mengendusi Liv seperti anak kucing, Refki tidak membiarkan tangannya menganggur. Laki-laki itu mengusap kulit punggung Liv, lantas menyusupkan tangannya ke dalam dress yang Liv kenakan. Jari-jarinya mengusap perut bagian bawah Liv selembut mungkin. Liv bisa merasakan gesturnya.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang