46th Moment - Discussion

11K 1K 52
                                    

Begitu memasuki libur kuliah, Liv melakukan hal-hal selain yang berhubungan dengan skripsinya. Mulai dari bermain dengan teman-temannya, tidur sepuasnya, mengitari Hypermart sampai kaki terasa mau copot dan menghabiskan beratus-ratus ribu—bahkan lebih hanya untuk belanja, menemani Raga, hingga maraton series Netflix sampai Refki mengomel karena ia kebanyakan begadang dan menukar jam tidurnya. Selain itu, ia juga punya daftar kegiatan produktif. Meski daftarnya hanya berisi tiga kegiatan. Menghabiskan setumpuk novel yang dibelinya beberapa bulan terakhir, melakukan sedikitnya tiga puluh menit work out di ruang gym rumah Welly, dan menanam bunga bersama Lita di kebun belakang rumahnya. Dan yang paling menyenangkan, Liv jadi punya banyak waktu untuk Refki. Sebab liburan semester genap selalu sedikit lebih panjang dibandingkan dengan liburan semester ganjil.

Jika biasanya ia hanya punya waktu untuk laki-laki itu—lebih banyak—begitu malam menjelang. Kali ini, tidak. Meski hanya sementara sebelum ia melangsungkan seminar proposal dan sidang akhir di semester genap.

Hampir setiap hari, Liv menyiapkan sarapan untuk Refki. Ketika menginap di rumah Lita, maka ia akan mengirim sarapan untuk laki-laki itu ke kantornya atau mengantar sendiri sebelum menghabiskan waktu untuk diri sendiri. Mereka juga menjadi lebih sering makan malam bersama. Baik ketika Refki harus lembur, maupun ketika laki-laki itu bisa pulang lebih cepat dari biasanya.

Seperti malam ini. Refki memintanya datang ke kantor. Padahal paginya, saat mengantar Liv ke rumah Lita, laki-laki itu mengatakan bahwa hari ini akan sangat sibuk. Liv mengerti dan tidak mau menganggu, sehingga ia hanya mengiriminya makan siang dengan masakan yang ia buat di dapur Lita. Ia ingin memastikan laki-laki itu makan makanan sehat dan tidak asal pesan karena terlampau sibuk. Lebih lagi, menunda-nunda untuk pergi makan siang. Liv tidak mau itu terjadi selama ia bisa memastikan Refki makan dengan teratur.

Liv sengaja tidak meminta dijemput di depan gerbang. Kali ini, ia memilih untuk menghampiri Refki langsung. Refki sudah pernah memberi izin dan laki-laki itu yang memintanya datang malam ini. Ia yakin, ia tidak akan diusir. Seorang satpam yang beberapa kali dilihatnya menawarkan diri untuk mengantar, tetapi Liv menolak.

Begitu lift berdenting dan pintunya perlahan terbuka, ia mendengar suara yang saling bersahut-sahutan. Intonasinya terdengar serius meski Liv tidak paham apa yang tengah mereka bicarakan. Ya, sudah tentu itu soal pekerjaan. Dan dalam sekejap, ia menyesali keputusannya ini. Liv akan menganggu mereka yang sepertinya tengah melangsungkan rapat meski Liv tidak yakin karena seringnya rapat dilaksanakan di ruangan yang berbeda.

Liv tidak punya pilihan dan ia tidak mungkin berbalik pergi karena itu akan sangat konyol. Maka dengan satu tangannya yang bebas, sementara tangan lainnya menjinjing goodie bag berisi beberapa kotak makan, Liv mengetuk pintu kaca di depannya.

Seorang wanita melongok dan Liv bisa langsung melihat bahwa itu Davina. Perempuan itu menoleh ke arah yang tidak bisa Liv lihat sebelum ia mendapati Refki berjalan ke arahnya. Laki-laki itu masih dengan kemeja biru langitnya. Lengannya sudah digulung rapi hingga siku. Rambutnya kelihatan agak basah. Wajahnya tampak begitu segar. Dan, senyumnya otomatis mengembang saat tatapan mereka bertemu.

"Hai, Sayang," sapa Refki sembari melebarkan daun pintu, meminta Liv masuk sebelum menutupnya lagi. "Tumben nggak telpon dulu? Kamu dianter satpam?"

Liv mengeleng kikuk. Seluruh pasang mata tengah meliriknya. Kecuali Rengga. Laki-laki yang berdiri berseberangan dengan Davina itu menatapnya terang-terangan. Liv tersenyum kecil pada Rengga sebagai bentuk sapaan.

"Aku naik sendiri, kirain kamu nggak ... sibuk." Liv melirik ke arah meja luas yang diatasnya terbentang gambar kerja.

"Nggak, kok. Ini bukan rapat, ngobrol biasa aja." Refki merangkulnya dengan satu tangan dan menuntun Liv menuju ruangannya yang terbuka. Lupa bahwa para stafnya masih di ruangan yang sama dan kelihatan salah tingkah. "Masuk dulu, ya? Aku lanjutin sebentar. Sepuluh menit."

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang