49th Moment - Panic

8.3K 883 27
                                    

Liv tidak punya kegiatan hari ini. Revisi untuk proposalnya sudah mendapat ACC dan ia sudah mendaftarkan diri untuk seminar proposal. Karena tidak mau hanya bermalas-malasan di kamarnya, meski jadwal seminar belum dikeluarkan oleh pihak program studi, Liv pergi ke kampus. Bersama Gista, mereka menghabiskan sebagian harinya di perpustakaan fakultas. Membaca beberapa skripsi dan mulai menyusun kerangka untuk menulis bab empat dan bab lima skripsinya.

Begitu jam kantor berakhir dan perpustakaan ditutup, Liv dan Gista pergi ke komplek UKM dan ORMAWA. Mengobrol bersama teman-temannya yang masih berada di sana. Sebagian dari teman-temannya masih berkutat dengan revisi proposal yang kian gila, ada yang masih menentukan judul skripsi, ada yang mulai mendaftarkan diri untuk seminar proposal. Beberapa—terhitung jari—memilih untuk mengerjakan skripsi pada semester ganjil. Yang berarti, semester sembilan.

Menjelang petang, Liv yang masih tidak punya kegiatan meminta Lita menjemputnya ketika kakaknya itu mengatakan akan pergi ke kantor Welly. Impulsif, Liv mengajak Lita pergi berbelanja setelah mengantar makanan untuk Welly. Sebab baik Refki maupun Welly akan tetap di kantor selama beberapa jam ke depan. Hectic akhir tahun sudah dilewati, tetapi kesibukan awal tahun dengan banyak proyek berdatangan harus disambut. Yang juga secara tersirat mengatakan bahwa kesibukan Refki tidak pernah padam dan rekening laki-laki itu semakin banyak saja saldonya. Karena itu, Liv mengerem mulutnya untuk tidak mengomel banyak-banyak.

Refki mengatakan, ini untuknya. Untuk hidup mereka yang lebih baik. Liv harus bisa mengerti. Sebab Liv masih tidak tahu, akan ke mana dirinya setelah lulus. Liv tahu, Refki tidak akan mau dibantu secara finansial. Lebih dari itu, Liv akan mengajukan alasan karena ia memang ingin berkarir. Ia tetap ingin bertemu banyak orang. Ia ingin mengenal berbagai karakter orang di luar sana.

"Aku cuma bawain makan buat Mas Welly, Liv," ujar Lita setelah Liv mengatakan bahwa kekasihnya itu akan lembur di kantor. "Harusnya tadi kamu bilang kalau mau ketemu Mas Refki juga, sekalian aku siapin biar mereka makan bareng."

Liv menoleh pada Lita yang fokus menatap jalanan di depannya. Kakaknya sudah semakin mahir mengendarai kendaraan beroda empat ini. Melebihi Liv, Lita cepat belajar. Meski awalnya takut, Lita akhirnya mulai piawai karena terus-terusan belajar. Namun, Lita hanya akan mengendarai mobilnya apabila tidak bersama Welly. Jika Welly ada bersamanya, maka laki-laki itu jarang membiarkan Lita pergi seorang diri dengan mobilnya.

"Aku pesenin aja nanti. Gampang deh, Mbak. Kita jadi belanja, kan?" tanyanya. Ia merogoh totebagnya. Mengeluarkan make up pouchnya dari dalam sana dan meletakkan di atas dashboard.

"Jadi dong!" Suara Lita terdengar bersemangat.

Sejak menikah, Lita tidak lagi alergi pada kegiatan belanja dan menghabiskan uang untuk keinginannya, bukan hanya kebutuhannya. Welly pun lega. Liv mendengarnya sendiri dan laki-laki itu malah memintanya supaya ia sering-sering mengajak kakaknya berbelanja. Ini sedikit aneh. Namun, Liv mengiakan saja. Welly akan selalu seperti itu. Ia akan memastikan Lita tidak lagi menahan diri apabila tengah menginginkan sesuatu.

"Raga diajak ke rumahnya Tante Anggi sama Mama. Aku juga udah bilang Mas Welly...,"

"Dan dia ngebolehin tanpa mikir?" tanya Liv sebelum memulas bibirnya dengan lipcream merah kesukaan Refki. Tentu saja, selain liptint cheerynya.

Lita mengangguk. Senyum simpulnya tercetak di bibir perempuan itu.

"Kan udah aku bilang, Mas Welly itu malah seneng lihat kamu belanja, Mbak. Jarang-jarang lho, ada suami yang begini."

Kekehan Lita terdengar. "Tau dari mana kamu?"

"Novel yang aku baca." Liv menjawab dengan percaya diri.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang