30th Moment - Possessive

15K 1.3K 23
                                    

Tersisa satu minggu sebelum penarikan mahasiswa KKN, tetapi Liv sudah sangat merindukan masakan Lita, perhatian Welly, ocehan Raga yang sepatah-dua kata, dan hangatnya pelukan Refki. Ah, juga Papanya yang selama beberapa hari terakhir rutin berkirim pesan dengannya. Sepulang dari KKN nanti, Liv berencana untuk menghabiskan sisa liburannya di Jember. Meski tidak mengatakan secara langsung, Liv tahu Papanya sangat merindukannya. Liv pun merasakan hal yang sama.

Ia sudah membulatkan tekad untuk tidak pulang, walaupun tempat KKN-nya tidak begitu jauh dari pusat kota. Teman-teman satu timnya pun melakukan hal serupa karena terlalu malas mengajukan izin dan hanya mendapat waktu satu hari sebelum harus kembali ke posko.

Sebagai gantinya, Refki tidak absen mengunjunginya setiap minggu, sesibuk apa pun laki-laki itu. Pernah dalam satu minggu, laki-laki itu kembali sebanyak tiga kali hanya karena Liv terserang flu. Memang, ia tidak menunjukkan kekhawatirannya terang-terangan. Akan tetapi, Refki tetaplah dirinya ketika sedang khawatir. Sekalipun Liv tahu laki-laki itu berusaha meminimalisirnya karena tidak mau Liv merasa tidak nyaman diperlakukan sedemikian posesifnya. Terlebih jika itu dilihat oleh teman-teman satu timnya.

Liv tidak bisa meninggalkan ponsel barang satu detik pun pada hari ketika ia terserang flu karena Refki terus menanyakan kabarnya. Sore harinya, Refki datang dan membawakan banyak makanan hangat dan berkuah. Tidak lupa, laki-laki itu memastikan Liv meminum obatnya.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika Liv baru selesai mencuci peralatan makan. Dalam pesan yang ia kirim sore tadi, Refki mengabarkan padanya bahwa laki-laki itu akan datang malam ini. Kali ini, laki-laki itu tidak bisa memastikan kapan tepatnya ia akan tiba di posko KKN Liv. Sengaja Liv tidak membantah dan mengiyakan dengan mudah. Ia sudah cukup bersyukur karena Refki menepati janjinya untuk tidak mengumbar kemesraan di depan teman-temannya. Laki-laki itu selalu datang dengan satu tas plastik besar berisi makanan, kemudian pergi setelah mengobrol dengan Liv tidak lebih dari sepuluh menit.

Melihatnya tetap baik-baik saja, sudah lebih dari cukup, katanya kala itu.

Dan malam ini, ketika Refki masih belum memberinya kabar, Liv tiba-tiba sangat merindukannya.

Ketika Liv kembali ke ruang tamu—yang merangkap tempat tidur untuk para laki-laki, teman-temannya sedang bersantai di sana. Dua dari mereka sedang fokus di depan satu laptop. Sepertinya mereka mulai menyusun proposal. Liv baru akan ikut bergabung ketika mendengar deru mobil dari depan posko.

Posko yang mereka tempati berada di pinggir jalan, tetapi area ini tidak begitu banyak dilalui kendaraan, terlebih jika hari mulai larut. Kantor lurah berlokasi belasan meter dari rumah dengan satu kamar ini. Di kanan dan kiri posko, adalah kebun milik warga. Kemudian berjajar tiga rumah dan sebuah toko kelontong di sisi kanan. Walaupun tidak ramai, tetapi daerah ini cukup aman dari maling dan sejenisnya.

Danu otomatis melongok dari jendela kaca di sampingnya dan lantas menoleh pada Liv yang sudah siap menyalakan laptop.

"CR-Vnya pacarmu, Liv."

Seolah menjadi kebiasaan, teman-teman Liv akan berubah semringah ketika Refki datang. Karena tandanya, mereka akan makan enak.

"Sepuluh menit, ya, guys. Janji abis itu aku balik buat ngerjain proposal."

Viona langsung mengibaskan tangannya dan mengerling jahil. "Santai aja, Liv."

"Mas Refki tuh definisi bucin yang berkualitas, ya. Pacarku mana ada inisiatif negokin ke posko, apalagi sampai repot-repot dibawain makanan. Ngechat aja udah syukur."

Liv terkekeh mendengar celetukan Sheila, perempuan urakan yang menjadi partner Liv untuk meramaikan posko. Tidak mau membuat Refki menunggu, Liv buru-buru keluar.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang