2nd Moment - Midnight

31.6K 2.5K 103
                                    

Sambil baca moment ini, bisa dengerin lagu dimulmed ya.

***

Surabaya, September 2019.

Minimarket di dekat tempatnya kos sangat sepi ketika Liv tiba di sana. Hanya ada seorang laki-laki yang berdiri di balik meja kasir. Liv tidak berhenti memutar otak sembari menyisir rak pembalut untuk menemukan merek yang biasa ia pakai. Lalu beranjak menuju lemari pendingin untuk mengambil sebotol kiranti. Liv tidak bisa hidup tanpanya ketika dalam masa haid, terlebih pada hari pertama yang jatuh pada sore tadi.

Seolah belum cukup dengan ia yang lupa membawa kunci pagar kos karena pulang larut malam, baterai ponselnya tidak tertolong. Liv tidak yakin benda pipih itu bisa digunakan untuk menghubungi Refki—satu-satunya yang bisa menampung Liv malam ini. Sebab ia tidak akan berani menghubungi Kakaknya di malam yang semakin larut. Lita akan mengomel sampai telinganya panas. Meski ia tidak yakin, Refki tidak mengomelinya juga. Namun, setidaknya Liv masih bisa merayu laki-laki itu.

Liv mendudukkan dirinya pada undakan minimarket, membiarkan angin malam menyapu wajahnya. Pukul sebelas malam, rapat yang diadakan oleh ketua umum HIMA dibubarkan. Liv diantar oleh salah satu teman yang tinggal tidak jauh dari kosnya. Sialnya, ketika tiba di depan pagar tempat kosnya, gembok sudah terpasang. Sepuluh menit Liv mengocok isi totebagnya di depan pagar, tetapi tidak membuahkan hasil. Kunci pagar sepertinya ia tinggal di atas meja belajar. Ia hanya membawa kunci kamarnya.

Tempat kos yang Liv tinggali punya rule tak tertulis dan harus ditaati oleh setiap penghuninya. Pagar akan dikunci pukul sepuluh malam dan setiap anak kos yang pulang di atas jam tersebut wajib membawa kunci pagar. Bodohnya, Liv selalu memisahkan antara kunci pagar dan kunci kamar. Bukan sekali hal ini terjadi, tetapi Liv tidak pernah belajar dari pengalaman.

"Livia?"

Liv mendongak. Lalu refleksnya langsung bekerja dan ia tidak bisa menahan senyum lega ketika mendapati Rengga berdiri di depannya. Laki-laki itu menunduk dan menatapnya penuh tanya. Mengingat tempat tinggal Rengga yang berada tidak jauh dari area Dharmawangsa, Liv sadar atas kebetulan yang sangat ia syukuri ini.

"Halo, Mas." Liv buru-buru beranjak. Melupakan perutnya yang terasa nyeri.

"Ngapain di sini?" tanya Rengga, keheranan.

Sebenarnya, Liv tidak begitu akrab dengan laki-laki di depannya ini meski kerap bertemu. Akan tetapi, dalam keadaan terdesak, Liv harus menekan rasa malunya dalam-dalam. Berharap Rengga mau membantunya.

"Aku dikunciin pager sama Ibu kos, Mas. Kemaleman dari kampus terus lupa bawa kunci. Mau nelpon Mas Refki, tapi HPku baterainya sekarat. Maaf banget kalau agak lancang. Mas Rengga bawa HP, nggak? Kalau iya, boleh pinjem sebentar aja buat nelpon Mas Refki?" Liv harap-harap cemas menanti jawabannya. Buru-buru ia menambahkan ketika melupakan satu hal. "Nanti pulsanya aku ganti, atau langsung beli di sini."

Wajahnya pasti sudah memerah karena ia kesulitan menahan malu.

"Boleh, pakai aja, Liv." Laki-laki itu mengeluarkan ponsel dari saku celana pendeknya. Menyerahkan benda tersebut setelah mendial nomor ponsel Refki. Liv merasa beruntung karena Rengga tidak menanyainya macam-macam. Sebab ia tidak mungkin tidak menjawabnya.

"Halo, Ga. Kenapa nelpon?"

Jantungnya bertalu-talu saat mendengar suara Refki yang berat. "Mas, ini Liv."

***

Jam dinding menunjukkan pukul setengah dua belas malam ketika Refki merebahkan diri pada sofa. Laptopnya sudah mati beberapa menit lalu, tetapi tumpukan kertas kerjanya belum ia bereskan. Malam ini, Liv tidak datang ke apartemennya. Seperti yang biasa perempuan itu lakukan. Ada rapat HIMA, begitu yang Liv sampaikan pada chatnya beberapa jam lalu.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang