Pulang ke rumah selalu menjadi hal yang menyenangkan. Bersama Liv yang tidak ada kegiatan di Sabtu dan Minggu, Refki memutuskan untuk pulang ke Pasuruan setelah absen selama beberapa bulan terakhir. Tentu saja, Liv mengiyakan ajakannya dengan antusias dan membujuk Lita untuk membantunya menyiapkan oleh-oleh. Refki membiarkan karena tidak ingin didamprat jika berani menolak niat baik perempuan itu, meski sejujurnya ia ingin menolak dan tidak mau merepotkan Lita, juga kekasihnya.
Ketika mobil Refki memasuki gerbang perumahan tempat orang tuanya tinggal, suara adzan Maghrib dari pengeras suara di masjid dekat gerbang berkumandang. Liv yang sejak setengah jam tertidur, perlahan bangun. Refki meliriknya dan perempuan itu sedang menggosok matanya sebelum menoleh pada dengan raut yang sangat menggemaskan.
"Enak tidurnya, Sweety?"
Meski wajahnya masih mengantuk, perempuan itu mendengus sebelum tersenyum malu-malu.
"Kenapa nggak bangunin aku dari tadi, sih?" tanya Liv seraya meraih cermin miliknya di atas dasbor, kemudian menggerutu, "Aduh, mukaku kayak abis ketumpahan minyak. Lusuh banget, Mas. Harusnya tadi kamu bangunin aku biar aku bisa siap-siap."
Refki menoleh lagi. Tidak paham dengan apa yang Liv katakan karena perempuan itu justru terlihat semakin glowing. Liv bahkan tidak terlihat lusuh, meski matanya masih memerah dan tampak mengantuk.
"Lusuh dari mana? Cantik gitu." Refki mengurangi kecepatan mobilnya begitu berbelok menuju blok tempat rumahnya berada.
Sewaktu Liv mengatakan, "Itu karena kamu yang lihat." Refki langsung meloloskan tawanya. Membuat perempuan itu semakin cemberut dan mengeluarkan pouch make up dari dalam totebagnya dengan tergesa.
"Orang cantik itu mau dilihat siapa aja tetep cantik."
Liv mendengus.
"Jangan cepet-cepet nyetirnya, Mas. aku pakai lip tint dulu."
"Ini udah yang paling pelan, Sayang."
"Aku nggak jadi pakai bedak lagi, deh." Liv kembali memasukkan pouch make upnya ke dalam totebag. Refki hanya mengulum senyum. Sudah terbiasa dengan mood dan keinginan Liv yang berubah-ubah bahkan dalam hitungan detik. "Mau langsung cuci muka aja. Nggak apa-apa, kan, Mas?" lanjutnya lagi.
"Dari tadi juga aku nggak minta kamu pakai bedak atau apa pun, Liv. Kamu tetep cantik, mau pakai make up atau nggak."
Refki tahu, Liv selalu percaya diri atas apa yang Tuhan anugerahkan pada dirinya. Dan mengetahui bahwa Liv berusaha terlihat lebih dari biasanya membuat dada Refki menghangat.
Saat Refki menekan klakson mobilnya sekali, pintu rumahnya dibuka dari dalam. Mamanya keluar dengan senyum semringah dan membuka pagar lebar-lebar. Liv yang lebih dulu melompat keluar dan menyambut pelukan Mamanya dengan erat. Setelah yang kesekian kali bertemu, kini Liv tidak lagi canggung ketika berhadapan dengan Mamanya dan hal itu membuat Refki bahagia bukan main.
Dengan tangan menyeret koper mini yang berisi bajunya dan Liv, Refki menghampiri Mamanya dan memeluk perempuan itu. Menghujani kecupan pada pipinya yang mulai keriput.
Laki-laki itu memang bersikeras tidak mau membawa koper sendiri dan mereka berakhir menggabungkan baju satu sama lain dalam satu koper. Sedangkan Liv sudah was-was karena tidak mau orang tua Refki berpikir yang tidak-tidak terhadap mereka. Satu hal yang menurut Refki tidak akan terjadi. Ia terlalu mengenal Mama dan Papanya. Dan ia yakin mereka tahu bahwa Refki sudah terlalu dewasa untuk diingatkan hal-hal yang dulunya begitu tabu.
"Mama kangen banget sama kamu, Ref."
Refki tersenyum dan mengecup kening Mamanya, lalu berkata, "Aku juga kangen sama Mama. Maaf baru bisa pulang sekarang. Mama bilang pengen ketemu Liv sekalian, jadi aku nunggu dia nggak ada kegiatan juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Night ✔
Roman d'amourSurabaya, 2019. Refki mencintai Liv sebesar ia menghargai tiap detik di malam yang mereka lewati bersama. Liv mencintai Refki sebesar laki-laki itu meluangkan waktu untuk memberinya dekapan hangat kala malam menjelang. Meski dalam beberapa waktu, Re...