22nd Moment - Surprise

10.3K 1.2K 69
                                    

Kembali ke Surabaya selalu membuat Refki excited. Terlebih ketika yang akan menyambut kedatangannya adalah Liv, kekasihnya yang dalam beberapa hari terakhir begitu ia rindukan. Sayangnya, Liv berada di rumah Welly dan Refki harus menyusulnya. Padahal yang ia inginkan saat ini adalah bergelung dalam pelukan Liv tanpa harus menyetir dari apartemennya ke rumah Welly. Namun, Refki semakin tidak punya alasan untuk tidak berangkat ketika Lita mengundangnya datang untuk makan malam bersama. Sebagai perayaan ulang tahunnya yang ke tiga puluh satu, yang Lita ucapkan di telepon sore tadi.

Refki baru saja menarik selembar kaus dari dalam lemari ketika ponselnya berdering. Urung mengenakan kausnya, Refki meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas.

Liv is calling.

"Udah di jalan, Mas?"

Seraya mendudukkan dirinya di pinggir ranjang, Refki menjawab, "Belum, Sayang. Kenapa? Mau nitip sesuatu?"

"Bawain heelsku dong," pinta Liv. "Yang warna peach, aku taruh di rak sepatu paling bawah."

Refki beranjak lagi dan keluar dari kamarnya untuk menuju rak sepatu di dekat pintu.

"Mau ke mana pakai heels segala?" tanya Refki yang kini sudah membawa sepasang high heels kesayangan Liv itu dan meletakkannya di sisi meja yang tidak tersembunyi. Supaya tidak lupa dibawa.

"Makan malem dong!" Liv menjawab dengan penuh semangat. "Mbak Lita udah booking tempat, nggak jadi masak. Nggak mood, katanya. Kamu udah siap-siap? Abis Maghrib langsung ke sini, kan?"

"Iya, Sayang." Refki mengaktifkan speaker dan meletakkan ponsel di atas nakas seraya memasang kausnya. "Ada lagi yang mau dibawain?"

"Ada!"

"Apa?"

"Mas Refki yang udah bisa aku peluk!" katanya riang. Kontan, Refki terkekeh gemas. Jika perempuan itu berada di hadapannya saat ini, Refki benar-benar tidak akan merengkuhnya dan tidak akan melepaskan bahkan ketika Liv mengomel.

"I'll be there soon, Honey."

***

"Kangen banget...,"

Liv mengalungkan lengannya pada leher Refki dan berjinjit untuk menghujani kecupan pada pipi Refki yang kasar. Laki-laki itu tampaknya baru bercukur sore ini. Masih dengan memeluknya, Refki menunduk dan membalas dengan sebuah kecupan singkat di sudut bibir Liv.

"Kita masih di luar, nggak enak kalau kepergok tetangganya Welly," bisik Refki. "Ayo masuk."

"Gendong, Apy."

Tawa kecil Refki lolos begitu saja. Refki tampak kesulitan menolak, terlebih saat Liv tidak mau melepaskan lengannya dari leher laki-laki itu.

"Malu sama Raga, Sayang." Perlahan, Refki melepaskan sebelah tangannya dari pinggang Liv. Dan benar saja, dari arah yang berlawanan dengannya, Raga berlari kecil. Terlihat sangat bahagia ketika melihat Refki.

"Apy!" sapanya terlampau riang.

Spontan, Liv menoleh dan mengendurkan pelukannya.

"Halo, Mas!" Refki membalas dengan senyum mengembang.

Dengan bibir mencebik, Liv terpaksa melepaskan pelukannya pada Refki karena Raga sudah berdiri di dekat kakinya. Menunggu Refki menggendongnya.

"Kalah lagi sama bocil satu ini." Meski cemberut, Liv tidak pernah benar-benar kesal pada Raga yang selalu menempeli dirinya maupun Refki setiap ada kesempatan. "Udah deh sana masuk, heelsku dibawa, kan?"

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang