32nd Moment - Anniversary

17.3K 1.4K 60
                                    

Masih tercetak jelas dalam ingatan Liv, walaupun momen ketika Refki menjemputnya di stasiun telah berlalu tiga tahun lamanya. Dan kini, tiga hari setelah ulang tahunnya dan hari jadi mereka yang ketiga tahun, Liv mengakhiri liburannya di Jember dan kembali ke Surabaya dengan perasaan lega. Lega karena sudah menghabiskan lebih dari cukup waktu yang ia rencanakan bersama Papanya. Lega karena sudah melepas rindu bersama teman-teman SMAnya. Dan, yang pasti, lega karena bisa melihat Refki berdiri dengan wajah terlampau segar di pintu keluar stasiun. Dari jarak yang tidak begitu dekat, Liv bahkan bisa melihatnya dengan jelas.

Keinginan untuk menarik sudut-sudut bibirnya semakin tinggi saja, tetapi ia masih cukup waras untuk tidak melakukannya di tengah-tengah banyak orang. Terlebih ketika Refki tidak juga menyadari bahwa ia sudah berada tidak jauh dari laki-laki itu. Wajahnya menunduk, kedua ibu jarinya sibuk di atas layar ponsel. Ketika laki-laki itu mengangkat wajah setelah memeriksa arlojinya, barulah tatapan mereka bertemu. Jika stasiun ini tidak penuh sesak, Liv mungkin sudah berlari ke arah Refki dan melompat ke dalam pelukan laki-laki itu.

"Hai, Ganteng."

Senyum Refki mengembang. Tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku celana dan bertanya, "Kapan potong rambut?"

Liv ikut-ikutan tersenyum. Satu tangannya yang tidak bertumpu pada pegangan koper, menyentuh ujung rambut dengan kikuk. Potongan rambut sebahu membuat penampilan Liv jauh lebih girly dari biasanya. Liv sudah memastikan di cermin salon belasan kali. Sengaja tidak memberitahu Refki dengan mengirim selfienya supaya menjadi kejutan untuk laki-laki itu.

"Kemarin. Impulsif, sih. Aku nganterin temen facial, terus ikutan mumpung sisa uang jajan dari Mas Welly masih ada. Sekalian potong rambut juga. Aku bosen sama rambut panjang. Bagus, Mas?"

Refki mengangguk. Kelihatan tidak berniat menanggalkan senyumnya barang satu detik pun.

"Cantik," pujinya singkat sebelum mengambil alih koper di tangan Liv. satu tangannya yang lain merangkul bahu perempuan itu. Mengajaknya keluar dari stasiun untuk menuju area parkir mobil.

Setelah memasukkan kopernya dan mereka duduk bersisihan di dalam mobil Refki, laki-laki itu tidak kunjung melajukan mobilnya. Refki bahkan tidak memakai seatbelt. Liv semakin keheranan ketika Refki membalikkan tubuh dan menjulurkan tangannya ke kursi penumpang di belakang Liv.

Ia terlalu senang bertemu Refki, sampai-sampai tidak menyadari bahwa aroma mobil laki-laki itu tidak hanya berasal dari parfum yang menempel pada AC, tetapi ada aroma familiar lain yang sayangnya tidak bisa Liv tebak. Liv masih menerka-nerka aroma apa yang sedang menyusup pada indra penciumannya ketika Refki meletakkan buket bunga mawar di atas pangkuannya.

"Happy birthday, Sweety," Refki mengecup pipinya pada satu detik sebelum Liv menoleh ke arah laki-laki itu. "Makasih udah ngasih kesempatan buat ngerayain bareng aku tiga tahun ini. Jangan bosen buat ngerayain bareng aku terus, ketemu aku terus, berantemnya sama aku terus. Ya ... pokoknya sama aku terus. Jangan sama yang lain."

Liv tahu betul, Refki bukan tipe kekasih yang akan repot-repot menyiapkan makan malam romantis di sebuah restoran, karena ia pasti lebih memilih menyibukkan diri dengan setumpuk pekerjaannya jika Liv tidak berada di samping laki-laki itu. Liv juga tahu betul bahwa Refki bukan tipe yang punya segudang ide untuk menghadiahi kekasihnya. Pasti, selalu ada campur tangan Welly maupun Lita jika akan memberinya hadiah. Selain sweet wordsnya, Refki tidak punya keahlian menjadi romantis seperti laki-laki dalam drama Korea yang ditontonnya.

Namun, mendapati Refki menghadiahi sebuket bunga mawar, memberinya kecupan singkat nan manis, juga barisan kalimat tidak sarat akan gombalan receh, Liv sudah luar biasa senang. Sudah tentu, Liv tidak menginginkan laki-laki mana pun, termasuk laki-laki seperti di drama korea favoritnya. Ia hanya ingin Refki. Ia hanya ingin dimiliki Refki.

Too Night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang