"Amy, Apy dateeeng!"
Refki tidak bisa menahan senyumnya saat mendengar teriakan Raga yang berdiri di ambang pintu rumahnya. Anak itu melambaikan tangan kecilnya pada Refki yang baru turun dari mobil. Senyumnya terlampau semringah. Refki lebih dulu mengeluarkan buket bunga mawar dan dua paper bag dari kursi penumpang sebelum menghampiri Raga yang tetap di tempatnya.
Malam ini, gerimis datang. Rintiknya jarang-jarang, sehingga Refki tidak butuh payung untuk mencapai teras rumah Welly yang hanya beberapa langkah dari pagar. Meski begitu, Raga tidak beranjak. Hanya saja, kakinya bergerak-gerak seolah ingin menghampiri Refki, tetapi ditahan karena Lita pasti akan mengomelinya jika ia menerobos gerimis. Begitu menginjakkan kaki ke teras rumah Welly, Liv keluar dari ruang tamu dengan setelan baby doll kuning pastel kesukaannya. Perempuan itu sama semringahnya dengan Raga dan langsung menghambur ke pelukan Refki. Tidak peduli kedua lengan Refki tidak bisa membalasnya.
Hari ini, Liv melangsungkan seminar proposal. Sayangnya, Refki terlalu sibuk untuk merayakannya langsung siang tadi. Karena suasana hati Liv sedang betul-betul baik, kekasihnya itu tidak menggerutu saat Refki meminta merayakan dengan teman-temannya dulu, sementara mereka akan merayakannya malam ini. Namun, alih-alih mendapati Liv yang sudah berdandan, perempuan itu justru terlihat santai dengan pakaian rumahannya.
Liv masih bergelayut padanya—membenamkan wajah pada dadanya, saat sebuah tangan kecil menarik-narik kaus yang ia kenakan. Lalu, suara Raga yang memohon terdengar.
"Apy, aku mau dipeluk juga...,"
"Iya, sebentar, Mas." Refki memberi satu kecupan pada puncak kepala Liv sebelum meminta perempuan itu melepaskan pelukannya. "Amy, gantian sama Raga, ya?"
Perempuan itu menurut meski bibirnya memberengut. Refki tertawa kecil mendapatinya. Diulurkan buket mawar yang wanginya semerbak serta dua paper bag di tangannya pada Liv.
"Congratulation, Sayang!" Refki kecupan pelipis Liv kilat.
Raut cemberutnya hanya bertahan satu detik. Ketika perempuan itu menerima hadiah dari Refki, senyumnya terulas. Matanya berkilat senang. Kadang-kadang, mudah sekali membuat kekasihnya semringah. Ya, hanya kadang-kadang. Namun, hal itu yang membuat Refki betah bersama Liv. Hubungan mereka yang penuh tantangan membuat Refki dan Liv selalu bisa menghargai satu sama lain. Karena itu pula, ia tidak pernah menyesal memilih Liv sebagai pasangannya.
"Apy nggak bawain hadiah juga buat kamu, Mas," kata Refki sembari membawa Raga dalam gendongannya dan mengecupi pipi anak itu. "Pengen apa, Nak?"
"Katanya Amy, aku nggak boleh sering-sering minta hadiah sama Apy. Terus ... nggak boleh beli mainan."
Refki melebarkan bola matanya. Kemudian, ia melirik Liv yang melotot pada Raga, tetapi anak itu cuek saja. "Kenapa?"
"Sama Mama juga nggak boleh," lapor Raga dengan rautnya yang sedih. Refki sampai gemas dibuatnya.
"Nggak boleh karena apa? Mas Raga buat salah?"
"Nggak, kok...,"
"Mainan dia itu udah hampir satu lemari, lho, Apy." Liv menimpali seraya bersandar pada pilar terdekat dari tempatnya berdiri. "Nanti nggak mau belajar mewarnai kalau dibeliin mainan terus. Kan bentar lagi mau masuk PAUD."
"Aku mau belajar, Apy." Raga mencebik. Rautnya memelas. "Tapi nggak mau sama Amy. Amy galak. Aku dimarahin terus."
Refki hampir menyemburkan tawanya. Namun, ia segera melipat bibir. Anak itu bisa semakin cemberut jika ia menertawainya. Sementara Liv yang berdiri di hadapannya sudah melotot galak. Ternyata Raga tidak berbohong. Galaknya Liv terkadang memang tidak pandang bulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Night ✔
RomanceSurabaya, 2019. Refki mencintai Liv sebesar ia menghargai tiap detik di malam yang mereka lewati bersama. Liv mencintai Refki sebesar laki-laki itu meluangkan waktu untuk memberinya dekapan hangat kala malam menjelang. Meski dalam beberapa waktu, Re...