Setiap kembali dari rumah Lita, selalu saja bawaannya bermacam-macam. Kakaknya itu tidak pernah membiarkan Liv meninggalkan rumahnya dengan tangan kosong. Jika sedang tidak memasak, maka berbagai macam camilan dan buah-buahan pasti akan dibawakan untuk Liv. Saat Liv menolak, maka kakaknya itu akan cemberut dan tidak membiarkannya pergi. Welly yang selalu menengahi dengan membisiki Liv supaya ia membawa setidaknya beberapa buah apel atau buah apa pun yang ada di kulkas.
Dan malam ini, setelah kakaknya membuat beberapa dessert box, Liv diminta membawa dua kotak untuk ia santap bersama Refki. Sore tadi, Lita juga membuat prol tape karena Welly menyeletuk ingin menyantap jajanan itu. Lalu, sepertiga loyangnya berakhir dibawa Liv. Lagi-lagi, tidak boleh dibantah. Lita juga ternyata diam-diam memasukkan sekotak ayam bumbu yang siap goreng dan seplastik sambal. Jika Liv tidak memprotes karena bawaannya terlalu berat, Lita pasti akan membawakannya nasi supaya ia tidak perlu memasak lebih dulu ketika tiba di apartemen Refki.
Liv baru saja membongkar goodie bagnya, mengeluarkan beberapa kotak dari dalam sana ketika mendapati Refki memasuki dapur. Laki-laki itu hanya mengenakan kaus dan boxer. Wajahnya segar. Rambutnya agak basah.
"Hai, Darling." Liv menyapa sementara tangannya sibuk membuka satu per satu kotak di meja makan. Beberapa, disimpannya di dalam kulkas. Kemudian, Liv menyiapkan wajan di atas kompor.
"Kenapa nggak ngebolehin aku jemput kamu?"
Spontan, ia menoleh pada Refki yang berdiri di belakangnya. Satu tangan laki-laki itu bertumpu pada sisi meja.
Melihat raut cemberut Refki, Liv urung menuangkan minyak ke dalam wajan. Perempuan itu berbalik untuk sepenuhnya menghadap Refki.
"Tadi aku nelpon pas kamu udah di basement. Daripada kamu capek bolak-balik, jadi aku naik goride aja."
Refki masih cemberut saat laki-laki itu mendekat dan merapatkan tubuh mereka. Satu lengannya merangkul pinggang Liv dan satu lainnya mengusap pipi perempuan itu.
"You know I love you?"
Tawa Liv berderai tanpa bisa ditahan.
Refki membeliak. Melempar tatapan protes.
Tidak mau membuat kekasihnya semakin cemberut, Liv mengangguk. Meski senyumnya tidak juga hilang. "I know, and I love you too, Darling."
"I love you," katanya lagi. Refki menunduk untuk mengecup pipi Liv berkali-kali. "I love you so bad."
"I know, Darling. I know."
"Akhir-akhir ini kamu nggak mau dijemput. Mau aku samperin buat makan siang bareng, malah ditolak. Berkali-kali. Aku bikin salah apa, Sayang?"
Liv mengerjap. Ingin meloloskan tawanya lagi, tetapi tidak sampai hati membuat Refki kian gusar. Laki-laki itu kadang sangat detail memperhatikan Liv. Ia juga tidak akan berhenti memikirkannya sebelum mendapatkan jawaban dari Liv.
"Nggak, kamu nggak bikin salah apa-apa." Liv mengecup rahang Refki sebelum kembali menatap laki-laki itu. Tanpa sepatu hak tingginya, Liv harus berusaha lebih untuk bisa menatap Refki dan satu-satunya cara adalah menengadah. Laki-laki itu refleks menahan tengkuk Liv dengan tangan kanannya.
"Kamu kan sibuk, Mas," lanjut Liv. Matanya menatap Refki lekat-lekat. Berusaha membuat laki-laki itu percaya dan berhenti merasa cemas. "Aku pengen kamu manfaatin waktu senggangmu buat istirahat. Dari kantormu ke kampusku nggak deket. Belum lagi macetnya. Kamu bakal capek di jalan. Kita ketemu juga nggak sampai setengah jam karena jam makan siangmu sebentar dan aku harus masuk kelas. Dari rumahnya Mbak Lita ke apartemen kamu juga jauh. Daripada bolak-balik jemput aku, mendingan kamu nunggu di apartemen."
![](https://img.wattpad.com/cover/100081774-288-k271941.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Night ✔
عاطفيةSurabaya, 2019. Refki mencintai Liv sebesar ia menghargai tiap detik di malam yang mereka lewati bersama. Liv mencintai Refki sebesar laki-laki itu meluangkan waktu untuk memberinya dekapan hangat kala malam menjelang. Meski dalam beberapa waktu, Re...