17. Cerita Iceland : Hari Kedua

764 92 5
                                    

"Ada apa?" suara Eden terdengar dari dalam kamar.

Max segera kertas itu ke dalam sakunya agar tidak ketahuan Eden.

"Itu orang hotel yang habis bersihin kamar Gadis." saut Max.

Max memastikan lagi ke kanan dan ke kiri apa benar tidak ada tanda seseorang sama sekali. Padahal jarak pintu diketuk dan ia membuka pintu tidak terlalu lama. Max tidak ingin memusingkan hal semacam itu, baginya, hidupnya tidak seperti pemeran utama dalam novel misteri. Tidak ada yang spesial dalam dirinya, jadi tidak perlu merasa di teror.

Setelah mandi membersihkan diri dari segala debu dan muntahan Gadis, Max dan Eden pun tidur lelap.

- - -

09.00 AM

*Kring! Kring!*

Gadis yang menyerah dan memutuskan untuk mengangkat telpon tersebut. Ia merasa terganggu dengan bunyi telpon yang tak berhenti bunyi selama sepuluh kali.

"Halo."

"Bangun, ayuk sarapan."

"Jangan bercanda terus, Max."

"Ini udah pagi, Gadis."

"Diluar masih gelap, kalo bohong yang pinter dikit."

"Disini memang matahari cuma muncul empat sampai lima jam, Gadis. Kalo kamu gak percaya, coba check jam di handphone deh."

Betapa terkejutnya Gadis melihat jam diponselnya. Yang Max katakan memang benar. Pada musim panas, Iceland akan mengalami fenomena midnight sun, dimana matahari akan terus bersinar dari jam tiga dini hari dan terbenam sampai jam dua belas malam. Sebaliknya, jika pada musim dingin, Iceland hanya akan merasakan terbitnya sinar matahari di jam dua belas siang dan mulai melihat sunset di jam tiga sore.

"Aku siap-siap dul .." tiba-tiba Gadis berhenti.

"Max."

"Iya?"

"Buka pintu kamar sekarang juga."

Gadis langsung menutup telponnya. Max tidak tau keributan apa lagi yang akan dibuat Gadis diawal hari. Ia hanya bisa pasrah dan mengikuti perintah Gadis untuk membuka pintu kamar.

"Kenapa Ga.. Aw!"

Belum selesai Max bertanya, ia sudah mendapat sapaan ratusan ribu cubitan dari Gadis. Gadis tidak membiarkan Max bicara, ia pun tidak mau bicara kepada Max. Karna semakin menggila cubitan Gadis, ia langsung memegang kedua tangan Gadis untuk memberhentikan aksi perempuan gila itu.

"Kenapa?"

"AKU YANG HARUS TANYA BEGITU!"

"Aku gak ngerti maksud kamu."

"KAMU LIHAT?"

Max melihat Gadis dari ujung kepala sampai kaki. Ia tidak melihat ada suatu hal yang aneh dari Gadis. Apa mungkin Gadis hanya ingin dipuji?

"Iya, kamu cantik."

"INI BUKAN BAJU YANG AKU PAKAI SEMALAM!"

"Oh itu.."

"MAX, AKU MISKIN!"

"Iya, aku tau. Terus?"

"Kok kamu gitu ngomongnya?"

"...."

"Oke lanjut. YANG AKU PUNYA CUMA KEHORMATAN AKU, DAN KAMU UDAH CURI APA YANG AKU JAGA SELAMA INI!"

"Gadis kamu .."

Belum selesai Max menjelaskan, Gadis kembali membeli seratus sepuluh ribu cubitan kepada Max. Eden yang merasa terganggu dengan mereka akhirnya ikut ambil andil. Ia merasa obrolan dua orang bodoh ini tidak akan ada ujungnya.

Thanks A Latte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang