44. Rahasia Terakhir

310 55 12
                                    

Hal yang paling menyenangkan dalam reuni adalah kamu bukan hanya mengenang masa lalu saja, tapi bisa merasakan seperti ada di masa lalu tersebut.

Rapsberry Latte

"Kita harus bicara habis acara." tegas Max kepada ayahnya.

Om Marx hanya bisa tersenyum panik. Ia tau Max akan marah besar kepadanya malam ini. Tapi hanya itu satu-satunya cara untuk membuatnya mau menjadi pemimpin. Jika dibicarakan dulu dengan Max, pria itu akan menolak mentah-mentah.

Max pun turun dan berkumpul lagi dengan teman-temannya.

Lula melihat tante Dziwo tampak kebingungan sendiri. Ia lega renacananya berhasil dengan sempurna. Waktu masih di dalam ruangan tante Dziwo, saat dibawa oleh pelayan tersebut, diam-diam Lula mengikutinya sampai ke dapur. Sesudah si pelayan menaruh gelas wine tersebut di tempat yang aman, ia pergi ke kamarnya dulu untuk berdandan sedikit. Disaat itulah Lula membuang gelas wine yang sudah diberi racun dan menggantikannya dengan gelas dan wine baru.

'Rencana sudah berhasil, sekarang hanya perlu memperhalus agar tidak ketahuan.' gumam Lula dalam hati. Ia berpura-pura mengambil air putih, satu-satunya meja yang akan dilewati tante Dziwo karna berdekatan dengan bawah panggung.

"Tante, mau minum?" ramah Lula.

"Tidak. Terima kasih." tante Dziwo melirik kanan dan kiri, "Kamu gak bareng Max?"

"Dia lagi reuni dengan teman-temannya. Saya gak mau jadi penganggu."

Tante Dziwo mengangguk. Ia tidak banyak berkomentar, mungkin karna masih shock dengan digagalkannya rencana mulus dan buruknya, ia tidak tau orang yang menggagalkan rencananya tersebut.

"Tapi saya juga sedikit bosan sendirian terus. Tante mau kemana?"

"Ke toilet."

"Boleh saya ikut? Sendirian di pesta itu hal yang menyebalkan."

"Terserah."

Tante Dziwo langsung keluar dari pesta dan bergegas pergi ke toilet. Lula pun mengikutinnya dengan akting menjadi perempuan polos. Mereka masuk ke dalam kamar mandi di kamar tante Dziwo, yang dimana hanya khusus tante Dziwo saja yang boleh masuk. Ia bisa puas berkeluh kesah tanpa takut ada yang mendengar di sana.

"Rambutmu berantakan, biar saya bereskan." tawa Lula.

"Kamu bisa melakukan hal semacam ini?"

"Tentu. Awal saya menjadi model saya menata rambut dan make up sendiri."

Sementara Lula merapihkan rambut tante Dziwo, raut muka perempuan yang sedang kesal itu tidak bisa ditutupi. Padahal Lula jauh-jauh meninggalkan pesta hanya untuk ingin terus mengeruk informasi dan rahasia tante Dziwo.

"Kamu tau, seorang model pertama kali dilihat adalah mukanya, lalu didukung oleh rambut dan aksesoris lainnya." Lula membuka obrolan.

"Meskipun rambutmu sudah rapih. Jika kamu masih berekspresi seperti itu tetap saja tidak cantik." lanjut Lula.

"Lalu bagaimana jika seorang model sedang tidak dalam kondisi baik tapi tetap harus terlihat cantik?"

Lula berpikir, "Hm.. mereka akan meminta waktu untuk menenangkan diri atau mengeluarkan kekesalannya 1-2 menit."

"Jadi maksudmu, kamu mau mendengarkan saya marah-marah?"

"Saya bisa keluar kalau kamu mau."

Tante Dziwo menggelengkan kepala, sepertinya dia mau Lula tetap disisinya.

Thanks A Latte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang