26. Di Istana

556 69 4
                                    

Aku sudah biasa melihat hubungan yang berjalan semakin tua, semakin lupa mengawalinya sehangat apa.

Rapsberry Latte

Ruangan yang besarnya tiga kali lipat dari kamar Gadis, kasur empuk seperti kapas, tembok yang didominasi warna coklat muda dan emas, lampu gemerlap yang menggantung di langit-langit seperti rasi bintang, lalu udara sejuk dari AC memenuhi kamar itu.

Seorang putri dadakan itu sedang duduk beralaskan kasur empuk dengan meja kecil sebagai alas makanannya. Masakan-masakan yang tidak pernah dilihat Gadis seumur hidupnya.

"Nona, perlu bantuan?" tanya seorang pelayan yang berada di kamar itu.

"Hm .. Kalau boleh tau, Max ada dimana?" Gadis penuh kecanggungan.

"Tuan Muda? Harusnya sekarang dia sedang sarapan di bawah. Sebentar lagi akan kesini."

"Aku mau makan di bawah."

"Tapi nona masih .."

"Ssstt" Gadis tersenyum.

Pelayan tersebut pun menemani Gadis untuk ke ruang makan. Perlu usaha hanya untuk pergi ke meja makan. Turun tangga, melewati beberapa ruangan, belum lagi harus membalas senyum setiap pelayan yang lewat.

"Gadis kenapa kesini?" bingung Max.

"Aku mau makan bareng."

"Tapi kamu masih .."

"Angkat kepala Max, ingat janji kita."

Meskipun Max sudah berani mengangkat kepalanya didepan Gadis maupun teman-temannya, bukan berarti dia punya keberanian seperti itu di depan ibu tirinya. Gadis meraih dagu Max dan segera menegakannya. Cara Gadis yang tegas dan Max yang langsung tunduk dengan perintahnya, Tante Dziwo memperhatikan semua gerak-gerik mereka berdua.

'Ternyata perempuan ini benar-benar ingin merubah. Max' ucap nya dalam hati.

"Aku cuma lemes bukan sakit. Lagian aku bisa langsung kerja tau hari ini." lanjut Gadis.

"Oh ya? Kalau begitu kenapa kamu gak bantu bersihkan rumah ini? Hitung-hitung cara seseorang berterima kasih karna sudah ditumpangi." ketus tante Dziwo.

"Ihh .. seneng deh akhirnya tante mau diajak bicara sama saya dan Max." jawab Gadis santai.

"Om Marx kemana tante?" lanjutnya.

"Bukan hak kamu tau soal keluarga kami."

"Tante cemburuan ya orangnya. Berarti tante udah restuin saya jadi istri Max?"

"Tentu tidak." singkatnya.

"Kalau gitu jadi ibu barunya Max juga gak apa. Sama-sama saya kasih cinta." senyum Gadis

"Papa sedang urusan di Australi." Max menyudahi pertengkaran kecil itu.

"Oh.. begitu.Kapan pulangnya?"

"Bukankah tidak sopan bicara ketika makan?" tegas tante Dziwo.

Bagi keluarga Nathanael, tata kerama dan tutur kata adalah dasar dari segalanya. Hierarki dijunjung tinggi dan para pelayan harus patuh kepada majikannya. Kecanggungan ini sudah lama berlangsung semenjak tante Dziwozona menjadi anggota keluarga Nathanael.

Mereka pun menghabiskan makanan mereka dengan penuh keheningan. Mungkin itu adalah sarapan terlama yang pernah dirasakan Gadis seumur hidupnya. Setelah makan, tante Dziwo pergi keluar rumah lalu Gadis dan Max pun kembali ke kamar Gadis.

• • •

"Bikinkih tidik sipin biciri kitiki mikin?" Gadis meniru gaya bicara tante Dziwo.

Thanks A Latte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang