29. Beauty and The Beast

480 62 0
                                    

Gak semua hal normal bisa diakui oleh umum.
Tapi hal yang umum selalu diakui sesuatu yang normal.

Rapsberry Latte


"Qu-Quin, sejak kapan kamu pulang ke Indonesia?" Dame terkejut.

"Baru dua hari yang lalu. Papa menyuruhku untuk ikut pesta ulang tahun pernikahan orang tua Max."

"Kapan?"

"Biasakan membaca sebelum bertanya, nona amfibi." ketus Eden sambil menunjuk undangan yang ada di tangan Dame.

Dame akhirnya membaca undangan yang diberikan Eden, tentu saja dengan muka kesalnya. Quin melihat sekitar cafe, entah dia sedang memperhatikan cafe itu atau ia sedang mencari seseorang.

"Gadis mana?" tanya Quin.

"Dia libur hari ini."

"Kamu pulang kapan?"

"Jam tiga."

"Kalau gitu aku akan menjemputmu lagi ya jam tiga. Aku ke rumah Gadis dulu."

"Untuk?

"Yah tentu saja kita cari gaun untuk pesta nanti!" seru Quin.

Ia mendekatkan bibirnya dengan telinga Dame dan berbisik, "Memangnya kamu yakin, gaun yang dipilih Max dan Eden cocok untuk perempuan muda seperti kita?"

Mereka berdua melirik Eden yang sedang mengawasi gerak-gerik mereka. Aura yang mendominasi itu seperti mengintimidasi mereka berdua, padahal Eden hanya melihat saja.

"Memangnya kamu tau rumah Gadis?" bisik Dame.

"Tenang saja, kawanku Eden akan mengantarku ke rumah Gadis!" Quin langsung merangkul Eden.

"Enyahlah."

"Ssttt!"

Quin langsung menarik Eden keluar cafe setelah berpamit dengan Dame dan Cecil. Quin bisa dibilang sosok yang diidam-idamkan para perempuan. Ia cantik, cerdas, elegan, mengerti fashion, mudah membaur dan murah senyum. Orang yang keras seperti Gadis dan terlalu naif seperti Dame sangat berbeda levelnya dari sosok Quin.

"Teman-temanmu dan Gadis sepertinya orang hebat semua. Kukira hanya laki-lakinya saja yang keren, ternyata teman perempuan kalian juga sempurna." ucap Cecil.

"Oh ya? Aku rasa mereka sama saja bodohnya dengan kita."

"Apa salah satu dari mereka gak ada yang buatmu tertarik?"

Dame diam sesaat, "Tidak baik pacaran dengan teman satu circle." jawabnya singkat.

Dame langsung pergi membersihkan bekas minuman pelanggan. Selain karna itu pekerjaannya, ia tidak mau melanjutkan topik itu dengan Cecil. Dame tidak bisa menjawab pertanyaan jika masih menyangkut topik itu, jadi ia merasa tidak alasan untuknya bertahan dalam percakapan tersebut.

• • •

*Duk! Duk! Duk!*

Suara ketukan pintu terdengar dari kamar Gadis.

'Apa-apaan kurir ini ?! Biasanya mereka hanya mengetuk sekali lalu pergi meninggalkan barang di depan pintu!' marah Gadis dalam hatinya.

Gadis berpikir tidak mungkin orang itu adalah Max. Max hari ini pergi ke kantor bersama ayahnya. Lagi pula jika itu adalah Max, ia pasti segera menelepon Gadis. Saat ia bangun, butuh waktu satu jam untuk Gadis mengumpulkan niatnya meninggalkan tempat tidur. Apalagi ini hari libur. Suara ketukan itu cukup mengganggunya, Ia sampai harus terpaksa untuk bangun dari tempat tidur.

Thanks A Latte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang