22. Cerita Island : Hari Keenam

493 69 10
                                    

Pukul 16.00

Semua sedang dalam perjalanan menuju ibu kota. Quin hari ini harus bekerja, jadi Max mengabari semuanya bahwa hari ini tidak ikut pergi bersama. Namun karna semuanya masih mengkhawatirkan keadaan Quin, mereka pun mengganti rencana berlibur mereka untuk kembali ke restaurant tempat Quin bekerja.

"Lex, kenapa orang kaya itu merepotkan hal yang gak penting sih? Segala urusan perasaan diikut campurin." tanya Dame bosan dalam mobil.

Dia kepikiran dengan raut muka Gadis yang semalam tidak kunjung mengeluarkan emosi. Tidak senyum dan tidak marah. Ia seperti canvas putih yang kosong.

"Bukannya perjodohan itu sudah umum dikalangan kalian juga?"

"Ya, Iya sih.."

"Awalnya hanya sekedar iseng hanya karna ayah mereka dekat. Tapi lambat laun jadi serius karna dari sisi keluarga Quin, ayahnya yang protektif dan sudah percaya keluarga Max sepenuhnya. Sedangkan disisi keluarga Max, ayahnya khawatir karna Max tidak bisa bergaul." jawab Alex.

"Orang kaya memang merepotkan."

"Tapi gak semua kayak gitu kok." Alex melihat kearah Dame sambil tersenyum.

"Udah aku bilang kan dari awal, aku jomblo." lanjutnya.

"Yah kita gak tau kedepannya kamu dipasangin apa enggak."

"Kok gak tau? Kan ama kamu dipasanginnya."

Dame tersenyum malu, ia tidak berani memandang wajah Alex sekarang ini.

Sementara disisi lain..

'Max dan Quin berdua kesana?'

'Kenapa harus berdua? Kenapa gak bareng?'
pertanyaan itu menghantui Gadis dari semalam.

"You good?" Kelvin memegang tangan Gadis.

"Kelvin, saat kamu putus dengan Quin apa kamu pernah gak serius lagi menjalani hubungan?"

"Iya."

"Mungkin aku akan jadi orang malang sepertimu."

Gadis diam, ia memperhatikan Kelvin.

"Gak semua perasaan bisa datang cepat ke hati tuannya dan gak semua perasaan jatuh tepat ke hati puannya hanya dalam sekali jatuh cinta. Itu hal yang aku sadari ketika ketemu kamu." Kelvin tersenyum.

Gadis diam, ia tidak mengerti maksud Kelvin. Otaknya tidak cukup oli untuk mengerti arti kalimat rumit tersebut.

• • •

Sesampainya disana, mereka langsung masuk ke restaurant tempat Quin bekerja. Baru saja masuk mereka dikejutkan oleh Max dan Quin yang berada diatas panggung. Dan lebih mengejutkannya lagi, yang benyanyi hanya Max.

Max menyanyikan beberapa lagu kadang sedikit bicara sepatah dua patah, meskipun ia masih kikuk. Ia dibantu Quin untuk mengartikan kata-katanya dalam bahasa Island agar dapat dimengerti pelanggan.

Kelvin pun bertanya kepada waiters yang menghampiri mereka untuk memberikan menu makanan. Ia menanyakan mengapa Quin tidak ikut bernyanyi. Sayangnya waiters pun tidak tau alasan utamanya. Tapi jika ia tidak salah dengar, alasan lain Quin digantikan adalah kondisi badannya yang sedang tidak mendukung untuk bernyanyi.

Thanks A Latte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang