Jika dibandingkan kehebatan alam semesta, manusia tidak lebih dari makhluk lemah yang pernah Tuhan ciptakan. Tapi karna mereka sadar bahwa mereka lemah, manusia selalu mencari cara untuk bertahan hidup. Mereka percaya bahwa masa-masa sulit akan selalu mengarah kepada hal-hal hebat.
Rapsberry Latte
Pukul 21.00
Matahari sudah terbenam, jalan perlahan mulai hening. Max masih duduk dalam mobil kesayangannya, menunggu kepulangan perempuan yang ia sayangi. Kalau kamu lihat ia hanya duduk sepanjang hari, kamu salah besar. Meskipun terlihat tidak melakukan apapun sebenarnya ia sedang melacak asal usul orang yang sudah menyakiti Gadis tadi siang. Ketika ia sedang menelpon Eden soal hasil pelacakannya, ia melihat lampu cafe yang mati tanpa sisa. Tak lama tiga orang pun keluar dari cafe itu.
"Kosan ku dekat, kamu gak perlu repot antar aku." dingin Gadis.
"Iya, aku tau."
"Kalau tau, kenapa kamu gak pulang?"
"Karna aku mau pulang ke kos kamu."
Max pun meraih tangan Gadis dan membawanya masuk ke dalam mobil, melakukan ritual memakaikan Gadis seatbelt dan mulai melajukan mobil. Letak kos Gadis sangat dekat dengan cafe, tapi perjalanan kali ini terasa jauh karena penuh keheningan. Bahkan situasi itu tidak berubah sampai mereka sudah berada di dalam kamar.
"Dis.." panggil Max dengan lembut dan juga sedikit takut.
Gadis tidak menjawab, ia hanya mengambil bantal guling kesayangannya untuk dipeluk dan menutupi seluruh wajahnya, duduk di depan Max lalu bersandar dipunggung pria itu. Auranya kembali menjadi Gadis yang pertama kali Max lihat. Tidak ada senyum apalagi mata yang hangat. Yang tersisa kali ini hanya ekspresinya yang seperti orang yang ingin mengakhiri hidup.
"Tadi itu .. pelanggan pria tadi siang, memesan latte panas dengan suhu 47 derajat, espresso time 27 detik, susu setengah 2% dan hanya ingin diisi 3/4 cangkir." Gadis mulai bercerita.
'Jangankan disuruh membuat, mengingat pesanannya saja aku tidak mampu.' gumam Max dalam hati.
"Lalu kubuat persis seperti pesanannya."
"Terus apa yang salah?"
"Dia mengambil pesanannya terlalu lama, suhunya jadi turun."
"Bukannya itu salah dia?"
"Aku sudah menawarkan untuk menggantikan pesanannya tapi ia justru marah-marah seperti yang kamu lihat."
Max mengelus rambut Gadis meskipun gerakannya masih kaku. Ia berusaha menjadi penenang Gadis. Perempuan itu pun pelan-pelan memperlihatkan wajahnya dan ..
"Hap!"
*Aw!* reflek Max yang merasa kesakitan.
"Ah! Akhirnya lega .." senyum Gadis kembali.
Max terheran melihat perubahan mood pacarnya yang drastis itu, apalagi tiba-tiba menggigit bahunya seperti binatang buas. Ia masih mengusap-usap bahunya yang di gigit oleh Gadis.
"Amarahku akhirnya terlampiaskan!" ucap Gadis sambil merenggangkan tangan.
"Dengan cara gigit?" Max heran.
Gadis mengangguk dan tersenyum lugu seperti merasa melakukan hal yang normal-normal saja.
"Kamu udah seperti serigala aja."
"Kalau aku serigala, bagiku Max seperti anjing komplek yang penurut." ucap Gadis sambil mencubit pipi Max.
"Kamu gak bisa cari contoh yang lain apa.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks A Latte [END]
RomanceNamanya Allula Gladis, biasa dipanggil Gadis. Seorang barista paruh waktu yang sebetulnya menghabiskan seluruh hidupnya untuk cafe tempat ia bekerja. Suatu hari, cafe nya mendapat pelanggan sekelompok anak muda. Itulah awal dari bertemunya Gadis den...