Empat masang mata mematung melihat apa yang baru saja terjadi. Padahal Kelvin memakai nama Max hanya untuk sebagai pancingan mengajak Gadis. Tapi justru perempuan itu mematahkan rencana yang dibuat Kelvin matang-matang.
"Kita gak mau balik aja?"
"Untuk?"
"Kamu kan tadi lagi ngobrol sama Kelvin."
"Tadi kan? Lagian tadi cuma untuk aku habisin rokok doang."
"Iya."
Ternyata Gadis menjaga jarak karna tidak ingin Max terkena asap nya. Dia sangat respect dengan hal-hal kecil seperti ini. Padahal jika dipikir-pikir, Max juga mencium asap Sam dan Nathan. Tapi ia tidak peduli dengan itu, yang penting bukan dia yang melakukannya.
"Kenapa kamu masih mau main ama mereka?"
"Kami sudah berteman dari kecil."
"Bukan berarti sampai besar kalian masih bisa akrab."
"Orang tua kami dekat."
*Ck!* Gadis mendecak.
"Astaga, dijaman sekarang masih ada pemasalahan seperti ini? Kalian seperti lahir dari keluarga konglomerat saja." lanjutnya.
"Hoi! Apa kami boleh bergabung?"
Nathan memanggil cukup keras agar Max dan Gadis mendengar suaranya. Gadis hanya menggeleng, mengisyaratkan tidak.
"Aku ingin ke toilet sebentar, jangan sekali-sekali bertukar tempat duduk dengan salah satu mereka." tegas Gadis.
Setelah meninggalkan tempat duduk itu, Max pun kembali menundukkan kepalanya. Rasanya kepala Max bisa beristirahat sejenak.
"Ganti pemain."
Terdengar suara berat dekat dengan tempat duduk Max. Ia melirik sedikit, tepat dengan dugaannya. Orang itu adalah Kelvin. Max sudah berjanji untuk tidak akan meninggalkan tempat duduknya, tapi lain sisi, ia tidak punya keberanian melawan Kelvin.
"Enggak."
"Hah?! Sejak kapan lo jadi berani bantah?!" nadanya tinggi.
Kelvin langsung mengambil kerah baju Max dan bersiap memukul wajahnya. Tapi sebelum itu dilakukan, Nathan dan Alex menahannya. Bukan karena untuk melerai, tapi mereka melihat Gadis baru saja keluar dari toilet.
"Nathan, Alex, Sam. Ayo pulang."
"Max?"
"Dia pulang sendiri."
"Tapi kan kita pake mobil dia." polos Sam.
Karna terbawa emosi, Kelvin sampai lupa kalau hari ini mereka menggunakan mobil Max. Tapi gengsinya terlalu tinggi untuk tetap ingin pulang.
"Lo nginep hotel malem ini, tapi bilang keluarga lo kalo malem ini nginep rumah gua."
Max hanya mengangguk. Cukup sekali ia menentang Kelvin. Tidak ada tenaga lagi untuk melawan. Mereka berempat pun langsung pergi meninggalkan Max. Tidak lama dari itu, Gadis pun kembali.
"Mereka kemana?"
"Pulang."
"Kamu?"
"Aku bilang hari ini mau menginap di hotel."
"Kamu gak ada niat bawa aku ke hotel kan?"
"Eng..gak." Max tersenyum paksa, ia gelisah Gadis salah paham tentangnya.
"Itu satu-satunya alasan agar mereka mau melepaskanku."
"Oh.. begitu."
• • •
Sudah hampir tiga jam mereka berdua menunggu di dalam cafe. Tiba-tiba hujan turun deras, langit semakin gelap dan taxi yang ditunggu tidak ada satupun yang lewat.
"Udah malem, mau pulang ke kosan aku aja gak?"
"Maaf?" jawab Max tidak yakin.
"Jaraknya gak jauh dari sini. Kita bisa pinjem payung toko."
"..."
"Tenang, gak akan aku perkosa."
"Bukan itu permasalahannya."
"Gini-gini aku masih perawan loh." ucap Gadis dengan raut muka penuh bangga.
"Udah aku bilang bukan itu permasalahannya .."
"Terus?"
"Emangnya boleh?"
"Boleh."
"Kok bisa?"
Gadis langsung tertawa puas mendengar pertanyaan Max. Sudah berapa tahun Max tinggal di Jakarta? Mengapa pertanyaan seperti itu masih bisa terlontar dari mulutnya? Max benar-benar polos seperti bayi yang tinggal ditubuh orang dewasa.
• • •
Sesampainya di kosan, Gadis pun langsung menjatuhkan tubuhnya keatas kasur. Sedangkan Max duduk dilantai dengan sopan.
"Aku mau mandi dulu. Anggap aja rumah sendiri."
"Iya."
Max melihat setiap sudut ruangan. Kamar kecil yang cukup terisi dengan tempat tidur dan lemari. Tembok ungu tua yang dihiasi lukisan tokoh penjahat film seperti, harley quinn, cruella, malefincent, joker dan lain sebagainya. Bau asap rokok yang melekat dan beberapa botol bir yang sudah kosong bergelimpangan. Kira-kira seperti itulah yang dilihat Max saat ini.
"MAX TUTUP MATA!"
Max yang sedang asik memperhatikan ruangan pun langsung menutup matanya.
"Hahaha ! Benar-benar penurut."
Lagi-lagi Gadis hanya mengerjai pria itu. Ia pun kembali membuka matanya. Dan ternyata perintah itu bukan hanya sekedar mengerjai. Gadis yang masih memakai handuk sedang mengambil baju dari lemarinya. Ia segera menutup matanya. Mendengar suara pintu kamar mandi yang tertutup kembali, Max baru berani membuka matanya. Tidak lama, Gadis pun keluar.
"Gimana? Kaget?"
"Iya."
"Aslinya aku gak sesantai itu kok."
"Oh iya?"
"Karna aku tau Max gak akan macem-macem. Lagipula kamu malah langsung nutup mata. Reaksi yang sama kayak pas aku masih kecil ngeliat cowok pipis dijalan."
"Tapi gimanapun aku ini cowok tau."
"Oh ya? Kamu memang berani ngelakuin apa?" remeh Gadis.
"Show me." Gadis langsung duduk disebelah Max, mendekatkan wajahnya dan menutup mata.
Max dia sejenak, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Dia tidak menyangka perempuan itu berani menantangnya. Padahal Max hanya menggretak.
"Hm?" Gadis langsung membuka matanya.
Ia dibuat bingung dengan tangan yang cukup besar itu sedang berada diatas kepalanya sekarang, mengusap halus rambutnya.
"Aku rasa kalau begini, masih aman bahkan ika masih mengenakan handuk."
Max pun langsung tersipu malu, ia sampai membuang mukanya. Gadis tertawa melihat tingkah Max. Pria usia 20 tahun keatas mana juga yang berpikiran hanya mengelus rambut perempuan dalam kondisi hanya berdua dikamar.
Pada akhirnya Gadis yang berperasangka buruk Max akan mengajaknya ke hotel, justru ia sendiri yang membawa Max pulang ke kosan nya.
Rapsberry Latte mengambil alih :
Terima kasih sudah membaca, semoga bisa menjadi teman dihari-hari kalian yah 😉
Jangan lupa komen disetiap babnya hehehe.
Aku suka baca setiap komen kalian. Karna perjalanan seorang penulis adalah perjalanan seorang pembaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks A Latte [END]
RomanceNamanya Allula Gladis, biasa dipanggil Gadis. Seorang barista paruh waktu yang sebetulnya menghabiskan seluruh hidupnya untuk cafe tempat ia bekerja. Suatu hari, cafe nya mendapat pelanggan sekelompok anak muda. Itulah awal dari bertemunya Gadis den...