Pagi ini Jihan menerima paket yang diberikan kurir dengan wajah sumringah, dia langsung unboxing kotak tersebut di ruang tengah.
"Widih, paket apaan tuh Ji?" Chandra mendekati Jihan yang sibuk membuka bungkusan dengan cutter.
Cewek itu tak menjawab langsung, dia menjawabnya dengan menunjukkan gelang pesanan anak-anak Indie Kos.
"Mana tangan lo, Bang?" Chandra menyodorkan tangan yang langsung Jihan pakaikan gelang hitam bermutiara di tengahnya, "Nah, kan, bener dugaan gue desainnya cocok di cowok."
Chandra memperhatikan gelang yang melingkari tangannya, dia cukup puas dengan pilihan Jihan.
Saking excited-nya Jihan, cewek itu sampai menghampiri satu per satu kamar penghuni kos untuk memasangkan langsung gelang itu pada mereka. Memastikan tak ada satupun penolakan yang dia terima, sekaligus memberikan mereka surprise saat bangun nanti.
Mumpung anak-anak belum bangun, begitu batinnya.
Tetapi langkahnya melambat saat menghampiri bangunan terpisah di halaman belakang, Jihan ragu melakukan hal yang sama pada Kenzo. Dia tak seberani itu untuk melewati daerah kekuasaan Kenzo.
Tok ... tok ... tok ....
Namun akhirnya Jihan memilih mengesampingkan rasa takutnya. Tak berapa lama, pintu terbuka memperlihatkan sosok Kenzo yang sudah rapih namun dasinya masih menggantung di leher.
"Eh, Ji, ada apa?" tanya Kenzo sembari memasukkan beberapa berkasnya ke dalam tas dengan terburu-buru.
Jihan melihat dari depan pintu yang dibiarkan terbuka lebar, membuat cewek itu bisa melihat kamar Kenzo yang jauh lebih rapih dari kamarnya. Pengecualian untuk meja kerja cowok itu.
"Gelang couple-nya udah datang, Ko." ujar Jihan sembari menunjukkan satu-satunya gelang yang tersisa, "Boleh pinjem tangan Koko?"
Kenzo menutup tas jinjingnya lalu menghampiri Jihan sambil memberikan tangannya, cewek itu langsung memakaikan gelang itu pada sang pemilik. Seperti yang dia lakukan pada semua penghuni kosan.
"Kalo di kantor Koko ada larangan pake aksesoris, boleh dilepas kok. Tapi cuma berlaku di kantor ya, selebihnya harus selalu dipake." Jihan tersenyum ceria sebelum tatapannya terpaku pada kerah kemeja Kenzo, "Koko mau ke kantor dengan penampilan gitu?"
Kenzo melihat penampilannya yang masih berantakan, "Nanti mau dibenerin sambil berangkat, saya udah terlambat."
"Mau gue bantuin nggak?" Kenzo belum tuntas mencerna pertanyaan Jihan saat cewek itu menarik dasinya lalu melangkah lebih dekat. Dengan cekatan Jihan mengikat dasi itu, tanpa gadis itu sadari Kenzo sudah menahan napas sejak jarak mereka terkikis.
"Beres! Nggak lama, kan?"
Kenzo menatap Jihan cukup lama, "Kamu emang selalu gini, ya?"
"Gini gimana maksudnya?"
"Berani." Kenzo maju satu langkah, "Memulai." Jihan refleks mundur, "Duluan." gadis itu menelan ludah saat punggungnya menabrak dinding, jarak mereka terlalu dekat hingga Jihan bisa mencium wangi parfum Kenzo.
"G—gue cuma mau bantu." Jihan berusaha menormalkan suaranya supaya tak terlihat terancam walau faktanya memang begitu.
Sudut bibir Kenzo terangkat ketika melihat wajah pias Jihan, memangnya apa yang bisa dia lakukan di kosan yang ramai orang? Jika berniat buruk pun bukankah cowok itu bisa membawa Jihan ke dalam kamarnya?
"Terima kasih."
Jihan melirik Kenzo takut-takut, rupanya cowok itu sudah mundur dua langkah.
"Buat gelang dan dasinya." lalu Kenzo pergi begitu saja, meninggalkan Jihan yang sudah mati-matian menahan jantungnya agar tak meledak akibat tindakan mendadak cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indie Kos
General FictionDulunya Indie Kos adalah kosan khusus cowok, tapi sejak Mirza minta Ibu kos terima adik perempuannya bersama teman-temannya ngekos di sana. Indie Kos pun berubah jadi kosan campuran. Kabar baik itu disambut antusias oleh para penghuni cowok. Rocelin...