🏠 30. Sepercik Api Asmara

2.9K 413 264
                                    

"Ini rekapan data yang dokter minta."

Leo menerima beberapa kertas dari suster Upi yang menjadi partner kerjanya sejak hari pertama magang. Suster Upi memang asisten dokter anak yang saat ini sedang cuti, tak heran perempuan paruh baya itu cekatan mengerjakan apapun tugas dari Leo.

"Terima kasih, ya, sus."

"Kalo gitu saya pamit pulang duluan, ya, dok."

Leo mengangguk, "Salam buat suaminya, semoga lekas sembuh."

Kemudian, suster Upi pergi meninggalkan Leo sendiri di ruangan. Cowok itu menarik tangan ke atas, mencoba merenggangkan otot-otot yang mulai menegang. Setelahnya, dia mengganti jas putih kebanggaannya dengan jaket hijau army.

Karena hari ini Leo tak ada kegiatan lain, dia berencana langsung pulang ke kosan. Namun rencana itu mendadak berubah ketika Leo menutup pintu ruangan dan melihat dokter Aris melewatinya dengan tergesa-gesa, diikuti tiga suster lain di belakangnya.

Mendadak firasat Leo buruk.

Cowok itu bergegas menyusul dokter Aris ke ruangan Laga seperti dugaannya, pintunya terbuka lebar, memberikan Leo kesempatan untuk melihat secara langsung proses penyelamatan Laga. Perlahan para suster mulai ikut berkumpul di depan pintu, mereka semua bersedih sekaligus berdoa untuk keselamatan Laga yang sudah mereka anggap keluarga sendiri.

Leo merasakan semua ketulusan itu, walaupun dia belum lama mengenal Laga, tapi dia yakin jika anak itu sangat berharga bagi para suster di rumah sakit.

Setelah berhasil menemukan detak jantung Laga, layar monitor di sebelah brankar berbunyi nyaring. Membuat semua orang yang ada di sana menghembuskan napas lega, dokter Aris langsung meminta ketiga susternya memindahkan Laga ke ruang ICU.

Sontak Leo dan para suster membubarkan diri, memberikan akses pada dokter dan suster yang bertugas. Ketika orang-orang sibuk kembali ke posisinya, Leo justru membeku di tempat setelah menyadari kehadiran Adiba dua puluh langkah dari ruangan Laga.

Gadis itu sama terdiam, kakinya tak bergerak sedikitpun walau brankar Laga melewati posisinya. Bahkan Adiba tak menoleh atau menyusul adiknya, yang dia lakukan hanya terdiam.

Bungkam.

Membisu dalam keramaian.

Dan mungkin posisinya akan tetap sama jika saja Leo tak menghampiri dan mengajaknya pergi.

"Butuh tempat sepi?"

🏠🏠🏠

Dan di sinilah mereka berada.

Di kantin rumah sakit yang selalu lengang saat matahari mulai tenggelam.

Leo membayar dua botol air mineral lalu menghampiri Adiba yang masih asyik memandangi semburat jingga sejak mereka mendapatkan meja dekat jendela. Leo tak langsung memecahkan fokus gadis itu, dia menaruh satu botol air mineral di dekat Adiba kemudian ikut hanyut dalam pesona merah kekuning-kuningan itu.

Hal itu berlangsung cukup lama, hingga matahari tenggelam sepenuhnya, berganti langit hitam gelap tanpa dihiasi satupun bintang. Bahkan suasana kantin makin sepi, beberapa stan warung mulai tutup. Hanya tersisa mereka berdua sebagai pelanggan.

"Terima kasih, dok." Adiba menutup kembali botol airnya setelah minum, "Buat minum dan tempat sepinya."

"Be better?"

Adiba menggigit bibir bawahnya, benteng pertahanannya hampir runtuh setelah secara mendadak dapat pertanyaan sensitif tersebut.

"Saya tadi nggak lihat kamu nangis, padahal suster-suster di sana udah pada sesegukkan."

Indie Kos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang